TARAKAN – Dewan Pengurus Provinsi (DPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Kalimantan Utara menolak Permenaker nomor 18 tahun 2022 tentang penetapan upah minimun tahun 2023.
Penolakan ini dilakukan seluruh Apindo se Indonesia, dan melakukan gugatan ke Makamah Agung terkait aturan penentuan upah antara Permenaker 18 tahun 2022 dengan PP 36 Tahun 2021.
“Kita masih menunggu yudisial review dari Apindo Pusat ke MA,” ujar Peter Setiawan, Ketua Apindo Kaltara, Sabtu (26/11/2022).
Atas dasar tersebut, Apindo Kaltara melayangkan surat ke Gubernur Kaltara untuk me unda hasil Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023.
“Dari situ kita menunggu hasilnya gimana, kalau kita kalah di gugatan kita akan mengikuti itu sesuai dengan keputusan,” ucapnya.
Apindo menjelaskan bahwa pihaknya tidak mempersalahkan upah tinggi, namun lebih kepada regulasi.
Ia mempertanyakan apakah regulasi Permenaker lebih tinggi dengan PP, dimana PP 36 saat ini juga belum dicabut.
Meski tidak mempersoalkan upah tinggi, namun Ia menegaskan bahwa jika Permenaker diberlakukan maka sangat memberatkan pengusaha di tengah kondisi saat ini.
“Kalau kita sih idealnya PP 36 naiknya sekitar 4 persen itu sudah ideal. Dengan aturan Permenaker akan berdampak pada PHK massal,” tegasnya.
Sementara itu, dari Apindo Tarakan, Arif mengatakan kondisi tahun depan cukup buruk dimana terjadi inflasi pangan, dengan kondisi tidak baik-baik saja ini muncul Permenaker baru.
“Peraturan Permenaker itu posisinya dimana dalam perundang – undangan. Bagaimana bisa keluar Permenaker yang sifatnya strategis,” imbuhnya.
Hal yang sama juga diungkapkan, Ketua DPK Apindo Bulungan, Syarifudin dimana jika regulasi Permenaker 18 tahun 2022 ditetapkan maka dampaknya terjadi PHK massal.
“Permenaker 18 tahun 2022 bertentangan dengan PP 36 tahun 2021,” ujarnya.
Apindo Bulungan saat ini juga menunggu, keputusan uji materiil dari Apindo Pusat ke MA. (wic/Iik)