TARAKAN – Berubahnya tata guna lahan, menjadi salah satu penyebab banjir yang terjadi di Kota Tarakan.
Berubahnya wilayah hutan menjadi pemukiman, membuat daerah serapan air berkurang. Dampaknya, air hujan biasanya terserah di kantong air langsung turun ke bawah dengan volume besar hingga menyebabkan banjir.
Hal itu, disampaikan Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan V Tanjung Selor Mustafa saat mendampingi kunjungan lapangan anggota DPRD Kota Tarakan, Selasa (4/2/25).

Ia mengatakan penyebab banjir yang menggenangi daerah sekitar Mako Yonif 613, karena daerah serapan air di sudah berkurang jauh.

“Catchment area diatas yang tidak terkendali lagi perubahan tata guna lahannya. Jadi 2016 kawasan tersebut masih hutan, 2019 sudah banyak gundul hutannya dan 2024 daerah tersebut banyak perumahan dibangun,” bebernya.
Mustafa menambahkan dengan perubahan daerah serapan air, kantong-kantong air semakin kurang. Sehingga menyebabkan daerah sekitar Embung Rawasari ikut terkena dampak banjir.
“Sebelum 2019, daerah sekitar embung itu tidak banjir dan embung dibangun 2015. Artinya banyak terjadi akhir-akhir ini, karena volume air semakin banyak dan kantong-kantong air sudah berkurang,” sebutnya.
Belum lagi kata Mustafa, awal tahun 2025 cuara di kota Tarakan agak extrem seperti yang disampaikan BMKG pusat dan daerah. Puncaknya Januari 2025, tingginya intensitas hujan dan berkurangnya hutan mengakibatkan daerah sekitar Embung Rawasari tergenang juga.
“Apabila terjadi hujan lebih dari 30 menit dengan durasi kira-kira 50 mililiter per jam air yang turun, pasti penuh sungainya. Belum lagi sendimentasi tinggi, menambah air tambah meluap,” ucapnya.(**)