Sepenggal Cerita Lamaran Ibrahim Ali
LAMARAN Ibrahim Ali, Bupati Tana Tidung meminang Sabri untuk mendampinginya pada periode keduanya ini sebenarnya tidak berjalan serta merta. Bagi Sabri, saat menerima tawaran untuk terjun ke politik perlu pertimbangan yang banyak dan bahkan lebih besar.
Ini sepenggal cerita yang disampaikan Sabri, bagaimana ia akhirnya bisa mendampingi Ibrahim Ali menjadi Wakil Bupati Tana Tidung.

Awalnya Sabri dihubungi Tim Pemenangan Ibrahim Ali dan menyebutkan Bupati Tana Tidung saat itu minta bertemu. Dipikirnya hanya panggilan biasa antara atasan dan bawahan, Sabri pun akhirnya datang setelah menyelesaikan kerja bakti di RTH H. Joesoef Abdullah, pada hari Jumat saat itu.
Perbincangan yang panjang kemudian menyinggung politik. Ditambah lagi pernyataan Ibrahim Ali yang menyebut tidak lagi berpasangan dengan politisi. Hingga akhirnya ditambahkan akan berpasangan dengan birokrasi.
Pemikiran Ibrahim Ali ini setelah melihat Nunukan, Malinau dan Bulungan yang berhasil memimpin daerahnya dengan pasangan dari politik dan birokrasi.
“Pada titik terakhir beliau menyampaikan, pak mohon saya ambil bapak untuk berpasangan di Pilkada ini. Disitu saya kaget, mungkin guyon lah. Saya bilang, mungkin Pak Bupati salah mencari orang. Saya ini bukan siapa-siapa, tapi ASN dan kurang lebih 4 tahun lagi baru pensiun,†alasan Sabri ketika itu.
“Yang kedua, ini masuk di medan tempur peperangan jadi mesti kita siap segala-galanya. Bahkan kalau kita masuk medan peran, harus ada ilmu kebal. Jadi supaya kalau ditembak peluru, mental. Kemudian di sisi lain, saya tidak punya keinginan dari dulu untuk masuk politik,†tambahnya.
Mimpi seorang Sabri, hanya mempersiapkan diri untuk pensiun di 5 tahun mendatang, sehingga berkecukupan bersama anak dan istri di sebuah pondok kecil. Ia pun sebenarnya sudah mempersiapkan rumah beserta rencana kebun kecilnya untuk menghabiskan hari tua bersama keluarga.
Tidak ingin melangkahi keinginannya itu, Sabri lantas sempat menolak ajakan terjun ke politik.
“Tapi beliau katakan, kenapa? Saya tetap ambil Bapak sebagai Wakil. Akhirnya saya bilang, karena beliau agak ngotot ngomongnya, saya bilang, saya izin dulu dengan keluarga. Oh ya, itu harus jawab beliau,†tutur Sabri.
Sabri minta waktu untuk berpikir dan berdiskusi dengan keluarga 1 sampai 2 bulan, tapi Ibrahim Ali malah hanya beri waktu 2 hari.
Keraguannya ini membuatnya tidak langsung berbicara dengan keluarga, tetapi menghabiskan waktunya untuk bekerja dan berkebun. Kebetulan, ia memang memiliki kebun yang tidak luas di sekitar rumahnya.
Sabri biasa ke kebun meski hanya setengah jam, tidak hanya menghilangkan kepenatan tetapi juga memberikan keleluasaan pikirannya untuk mempertimbangkan banyak hal.
Sampai akhirnya Ibrahim Ali ke Jakarta tanpa membawa persetujuan dari Sabri. Pulangnya, kepala daerah yang juga Ketua DPW PAN Kaltara ini pulang dengan membawa surat tugas yang dikeluarkan DPP PAN.
“Di surat tugas yang dikeluarkan oleh Partai Amanat Nasional (PAN) itu, sudah ada nama saya. Artinya, mungkin beliau ingin menunjukkan keseriusannya. Saya kumpuli keluarga dan sampaikanlah informasi itu. Sempat istri bilang hati-hati ngomong, sekarang ini banyak orang sudah mulai gila,†kata Sabri sambil tetawa mengingat tanggapan pertama dari istrinya.
Pada malam selanjutnya, berkaitan surat tugas itu terus menjadi pembahasan dalam keluarga. Sampai pada akhirnya keluarga menyerahkan sepenuhnya keputusan itu kepadanya. “Kami juga tidak bisa memaksa, tidak bisa melarang, tapi kami tetap mendukung,†kesimpulan pihak keluarga ketika itu.
Mendapatkan dukungan pihak keluarga, Sabri lantas mulai membakar semangatnya untuk bisa terjun ke politik. Motivasi mula terbentuk, terlebih lagi dengan karakter Ibrahim Ali yang diyakininya bisa kembali memimpin Tana Tidung.
“Kalau ada yang mengatakan beliau tidak bagus, mungkin karena orang belum mengenal dia dan belum berkomunikasi. Tapi, saya melihat orangnya bagus. Dia konsisten. Apa yang sudah dijanjikan, dia pasti lakukan,†ungkap Sabri.
Ia pun sempat mengintip visi misi Ibrahim Ali di periode pertamanya. Ada 10 program dan semuanya terealisasi. Meskipun ada yang belum terlaksana maksimal, Sabri menyebut hal yang wajar bagi manusia.
Baca Juga : Perjalanan Sabri, Si Penjual Udang Sampai ke Kursi Wakil Bupati Tana Tidung (part 1)
“Saya bilang sama beliau, tidak minta apa-apa hanya bisa berkomunikasi dengan orang lain. Pada saat ke BKD mengurus pensiun, saya katakan di depan pintu BKD itu, saya siap mendampingi Bapak,†tegas Sabri.
Setelah mengajukan pensiun dini, sebenarnya baliho dan spanduk terkait pencalokannya bersanding dengan Ibrahim Ali sebenarnya sudah beredar. Namun, ia mengaku tidak memberikan jawaban atau memberikan bantahan jika ada pertanyakan ditujukan ke dirinya.
Akunya, jika belum mendapatkan surat keputusan terkait pensiunnya, maka ia masih adalah ASN dan bukan politikus. Sabri bahkan tetap bekerja menyelesaikan tugasnya sebagai Camat Betayau hingga akhirnya menerima surat yang mensahkan status pensiunnya.
“Sepanjang saya masih ASN ya saya bekerja. Tidak bisa saya tinggalkan. Kalau SK pensiun misalnya keluar, berarti betul saya,†imbuhnya.
Sekarang, setelah terpilih mendampingi Ibrahim Ali, ada banyak keinginan yang hendak diwujudkannya. Warga Tana Tidung ini secara ekonomi memang kita belum baik, ia harapkan ada perubahan kehidupan kearah kesejahteraan
Tidak membandingkan gaji yang diperolehnya sebagai Wakil Bupati, Sabri mengaku sebenarnya gaji dan penghasilan tambahan yang ia dapatkan sebagai Camat, ditambah pendapatan dari istrinya sudah cukup.
“Kalau untuk memikirkan diri sendiri saya kira sudah cukup. Tapi, saya berharap bisa memberikan masukan dan pertimbangan kepada Bupati untuk lebih mensejahterakan masyarakat. Saya ingin komunikasi itu terbangun,†tuturnya.
Bersambung
Tim Redaksi Fokusborneo.com