Menu

Mode Gelap

Daerah

Pemkab Bulungan Tegaskan Perlindungan Masyarakat Adat Lewat Pendekatan Berbasis Budaya


					Bupati Bulungan, Syarwani saat memaparkan kehidupan masyarakat hukum adat Punan Batu Benau kepada perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perbesar

Bupati Bulungan, Syarwani saat memaparkan kehidupan masyarakat hukum adat Punan Batu Benau kepada perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

TANJUNG SELOR – Komitmen Pemerintah Kabupaten Bulungan dalam menjaga eksistensi masyarakat adat kembali ditegaskan.

Dalam pertemuan bersama perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bupati Syarwani menekankan pentingnya merancang kebijakan yang berpihak pada kearifan lokal, tanpa mengorbankan identitas budaya komunitas adat, khususnya Punan Batu Benau.

“Komunitas Punan Batu Benau telah hidup berdampingan dengan alam jauh sebelum negara ini terbentuk. Tugas kita hari ini adalah memastikan mereka tetap eksis tanpa kehilangan jati diri,” ucap Syarwani.

Syarwani menekankan, Bulungan menjadi satu-satunya daerah di Kalimantan Utara yang memiliki regulasi perlindungan masyarakat hukum adat, yakni melalui Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016.

Aturan ini secara khusus mengakui dan melindungi hak-hak komunitas Punan Batu Benau, yang telah hidup secara turun-temurun di kawasan hutan Bulungan.

“Mereka bukan hanya bagian dari sejarah daerah ini, tetapi juga penjaga nilai-nilai kearifan lokal yang sudah teruji dalam menjaga keseimbangan alam,” ucap Syarwani.

Bupati turut membagikan pengalamannya ketika mengunjungi langsung komunitas Punan Batu Benau di pedalaman.

“Mereka punya cara sendiri dalam menjaga kesehatan, pendidikan, hingga struktur sosial. Semua itu lahir dari kearifan turun-temurun, bukan intervensi luar,” katanya.

Ia mengaku banyak belajar dari cara hidup mereka yang sederhana, mandiri, dan sangat selaras dengan alam.

“Bahkan sebelum pandemi, mereka sudah mempraktikkan jaga jarak secara alami. Mereka hidup dalam komunitas kecil dan menjaga interaksi sosial secara terbatas, tanpa meninggalkan nilai kebersamaan,” jelasnya.

Syarwani juga menolak pendekatan pembangunan yang seragam bagi seluruh warga. Ia menegaskan bahwa intervensi pembangunan tidak boleh memaksakan gaya hidup modern kepada komunitas adat yang masih menjalankan pola hidup nomaden.

“Rumah layak huni bagi kita, belum tentu cocok bagi mereka. Kebijakan harus fleksibel dan menghargai identitas budaya mereka. Pemerintah hadir bukan untuk menyeragamkan, tapi untuk menguatkan,” tegasnya.

Menurutnya, perlindungan terhadap masyarakat adat harus berjalan seiring dengan pelestarian hutan dan ekosistem lokal.

“Kami akan terus mengembangkan pendekatan berbasis kultural dan ekologis dalam setiap kebijakan pembangunan ke depan,” tandasnya. (*/rn)

 

Artikel ini telah dibaca 8 kali

badge-check

Writer

Baca Lainnya

Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Disetujui DPR, Prabowo Dapat Apresiasi

1 Agustus 2025 - 11:54

Diaspora Indonesia Siap Perkuat Diplomasi Budaya dan Arsitektur Nusantara Ke Seluruh Dunia

1 Agustus 2025 - 10:10

Pameran Busana Ramah Lingkungan, Pameran Foto, Bazaar UMKM Diaspora di Nusantara Terbuka Untuk Umum

1 Agustus 2025 - 09:15

“Pendikresa” Jadi Oase Harapan Pendidikan di Tengah Permukiman Padat Samarinda

31 Juli 2025 - 21:38

Lewat Apkasi, Sri Juniarsih Bawa Aspirasi Daerah Soal Pengelolaan SDA

31 Juli 2025 - 20:50

Ratusan Diaspora Menanam di Embung MBH IKN, Simbol Kolaborasi Global Dukung Pembangunan Nusantara

31 Juli 2025 - 20:05

Trending di Daerah