TARAKAN – Aliansi Masyarakat Adat Asli Kalimantan Utara (AMAKU) menyampaikan keprihatinan terkait rencana turnamen Domino di wilayah Kalimantan Utara.
Ketua DPC Lembaga Pemuda Adat Dayak Kalimantan (LPADKT) Tarakan, Robinson Usat, mengatakan, pihaknya menilai turnamen Domino bukan bagian dari budaya lokal Kaltara. Ia mendorong agar kegiatan serupa lebih mengangkat permainan tradisional khas daerah yang memiliki nilai budaya tinggi.
“Domino bukan budaya asli Kaltara. Banyak kegiatan bernuansa budaya daerah kita yang bisa ditonjolkan, seperti lomba perahu, lomba menyumpit, gasing, dan sebagainya,” ujar Robinson, Jumat (12/9/2025).
Ia menambahkan, Domino kerap diidentikkan dengan perjudian, sehingga AMAKU tidak melihat turnamen ini sebagai kegiatan yang relevan untuk digelar secara umum. Meski demikian, Robinson menegaskan pihaknya tidak mempermasalahkan apabila Domino dimainkan dalam lingkup terbatas, misalnya pada acara komunitas atau paguyuban tertentu, yang tidak terbuka untuk umum.
Robinson menekankan pentingnya peran Pemerintah Daerah dalam mendukung pengembangan permainan tradisional Kaltara. Selama ini, menurutnya, permainan tradisional lokal masih minim perhatian dan belum banyak diberi ruang untuk dipromosikan.
“Harapannya pemerintah bisa berkoordinasi dengan masyarakat dan tokoh adat agar setiap kegiatan yang digelar tetap relevan dengan budaya lokal. Banyak permainan tradisional yang potensial untuk dipromosikan hingga tingkat nasional atau bahkan internasional,” jelasnya.
Dalam sejarahnya, Domino sempat ditolak di Tarakan beberapa waktu lalu karena alasan serupa. Namun Robinson menekankan fokus AMAKU bukan pada asal-usul permainan, melainkan pada upaya memprioritaskan budaya lokal agar lebih dikenal dan diapresiasi masyarakat.
Secara resmi, AMAKU berencana menyampaikan aspirasi ini melalui silaturahmi dan surat tertulis kepada Pemerintah Provinsi Kaltara, termasuk Gubernur, sebagai bentuk masukan konstruktif untuk pengembangan kegiatan budaya yang lebih sesuai dengan identitas lokal.
Langkah ini diharapkan menjadi dorongan bagi putra-putri Kaltara untuk memperkenalkan permainan tradisional mereka, sekaligus menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya lokal yang masih perlu digali dan dilestarikan. (**)