BALIKPAPAN, Fokusborneo.com — Perlambatan realisasi Program Sejuta Rumah di tingkat nasional memicu langkah cepat dari Pemerintah Kota Balikpapan. Sebagai kota dengan tingkat kebutuhan hunian tinggi, Balikpapan berupaya memperkuat dukungan melalui kemudahan regulasi, percepatan perizinan, dan pembenahan tata ruang agar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) semakin mudah memiliki rumah layak huni.
Program Sejuta Rumah yang digagas pemerintah pusat saat ini memasuki tahap evaluasi serius. Tahun 2025, pemerintah menargetkan pembangunan 350 ribu unit rumah melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), ditambah 30 ribu unit untuk perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Namun hingga pertengahan tahun, realisasi FLPP baru mencapai sekitar 169 ribu unit.
Kondisi ini, menurut Wakil Wali Kota Balikpapan Bagus Susetyo, harus dijawab dengan kerja bersama. Ia menilai, peran pemerintah daerah sangat penting untuk mempercepat proses di lapangan.
“Program FLPP ini sudah lama menjadi tulang punggung bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Tapi kalau penyerapannya masih rendah, berarti kita semua harus memperbaiki sisi hulu dan hilirnya, mulai dari lahan, izin, sampai kesiapan pengembang,” ujarnya, Rabu (15/10/2025).
Pemerintah pusat, kata dia, telah membuka ruang bagi daerah untuk ikut berperan aktif, termasuk melalui kolaborasi dengan asosiasi pengembang. Di Balikpapan, pertemuan antara Pemkot dan sejumlah asosiasi seperti REI, Himperra, dan Apernas digelar untuk membahas kendala teknis maupun administratif yang selama ini memperlambat pembangunan rumah subsidi.
“Banyak pengembang menyampaikan soal ketersediaan lahan dan keterbatasan infrastruktur penunjang. Ini yang sedang kita benahi bersama,” jelas Bagus.
Langkah konkret Pemkot Balikpapan sudah mulai dijalankan sejak akhir 2024. Pemerintah menetapkan kebijakan pembebasan Bea Balik Hak atas Tanah dan Bangunan (BBHTB) serta Biaya Bangunan Gedung (BBG) bagi proyek rumah subsidi.
Tujuannya, agar harga jual yang ditetapkan pemerintah pusat tidak terbebani biaya tambahan dari sisi perizinan.
“Kalau pengembang dibebani terlalu banyak pungutan, mereka akan sulit menyesuaikan dengan harga jual rumah subsidi. Jadi ini bentuk keberpihakan daerah terhadap perumahan rakyat,” ujarnya.
Selain itu, proses perizinan kini dibuat lebih efisien. Pemkot mempercepat penerbitan KKPR, pengesahan site plan, serta administrasi pembangunan lainnya agar proyek bisa berjalan tanpa kendala birokrasi. Revisi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) juga tengah disiapkan untuk mengarahkan pengembangan perumahan ke kawasan utara dan timur Balikpapan, wilayah yang dinilai masih memiliki potensi lahan luas.
“Daerah utara dan timur sangat strategis untuk pengembangan perumahan baru. Selain mendukung program sejuta rumah, kawasan itu juga bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi baru di Balikpapan,” ungkap Bagus.
Meski banyak kemajuan di sisi regulasi, ia tidak menutup mata terhadap berbagai kendala yang masih harus diselesaikan. Akses jalan menuju lokasi perumahan baru sering menjadi tantangan utama. Di beberapa titik, pengembang kesulitan menyediakan infrastruktur dasar seperti air bersih dan drainase.
“Banyak masyarakat tertarik membeli rumah subsidi, tapi mundur ketika melihat akses jalannya belum bagus atau airnya belum lancar. Ini harus jadi perhatian bersama antara pemerintah dan pengembang,” katanya.
Selain mendukung kebijakan nasional, Pemkot Balikpapan juga menyiapkan program Rumah Layak Huni (RLH) melalui APBD sebagai upaya memperbaiki kualitas tempat tinggal masyarakat di kawasan padat dan pesisir. Tahun 2024 lalu, sebanyak 150 unit rumah diperbaiki dan tahun ini jumlahnya ditargetkan meningkat.
Menurut Bagus, program RLH menjadi bukti nyata komitmen daerah dalam memperhatikan kesejahteraan warganya, tidak hanya dengan membangun rumah baru tetapi juga memperbaiki yang sudah ada.
“Setiap rumah yang layak berarti satu keluarga yang hidupnya lebih baik. Ini bukan soal angka, tapi soal kualitas hidup,” ujarnya.
Ia menegaskan, berbagai upaya tersebut hanya akan berhasil jika semua pihak terlibat aktif, mulai dari pemerintah daerah, pengembang, perbankan, hingga masyarakat. Tanpa dukungan bersama, target sejuta rumah akan sulit tercapai.
“Pemerintah pusat sudah membuka jalannya, pemerintah daerah harus jadi motor penggerak, dan masyarakat juga harus ikut mendukung. Kalau semua bergerak bersama, rumah untuk semua bukan sekadar slogan,” tutupnya. (*)
Discussion about this post