BALIKPAPAN, Fokusborneo.com – Dari ratusan angkot yang beroperasi di Balikpapan, hanya sekitar 315 unit yang dinilai masih layak jalan. Temuan ini menjadi dasar Dinas Perhubungan (Dishub) menyiapkan skema baru penataan transportasi dalam Rencana Induk Jaringan Transportasi (RIJT).
Dokumen ini menjadi pedoman utama pengelolaan moda transportasi kota agar lebih efisien, aman, dan sesuai kebutuhan masyarakat perkotaan yang terus berkembang.
Kepala Dishub Balikpapan Muhammad Fadli Pathurrahman mengatakan, hasil verifikasi menunjukkan mayoritas armada angkot yang masih beroperasi saat ini telah berusia lebih dari 10 tahun, dengan kondisi fisik dan administrasi yang tidak lagi memenuhi standar pelayanan.
“Dari total angkot yang ada, hanya sekitar 315 unit yang benar-benar layak beroperasi. Sisanya perlu peremajaan karena sudah tidak memenuhi standar uji KIR maupun kelengkapan administratif,” jelas Fadli, Senin (20/10/2025).
Menurutnya, evaluasi terhadap kelayakan angkot menjadi langkah awal untuk menyiapkan sistem transportasi publik yang terintegrasi. Dalam RIJT, Dishub menargetkan terbentuknya jaringan transportasi yang tidak hanya mengandalkan angkot, tetapi juga menghubungkan antar moda seperti Balikpapan City Trans (Bacitra), angkutan daring, dan angkutan wisata.
“Penataan transportasi ini tidak semata-mata mengganti angkot, tapi mengarahkan mereka ke fungsi yang lebih efektif dan sesuai kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Dishub Balikpapan telah memetakan sejumlah fungsi baru bagi angkot. Sebagian akan difokuskan sebagai angkutan pelajar dan pegawai, sebagian lainnya akan dialihfungsikan menjadi angkutan wisata menuju destinasi unggulan, serta ada pula yang dioptimalkan sebagai angkutan feeder untuk menjangkau area yang tidak terlayani Bacitra.
“Konsep ini memungkinkan angkot tetap eksis namun dengan fungsi yang berbeda. Misalnya, trayek sekolah dan wisata akan diintegrasikan ke sistem digital agar lebih tertib dan mudah diawasi,” tutur Fadli.
Untuk mendukung transformasi tersebut, Dishub menyiapkan program pelatihan dan sertifikasi pengemudi, meliputi keselamatan, pelayanan publik, serta adaptasi terhadap sistem digital. Setiap sopir akan dibekali pelatihan standar pelayanan minimum (SPM) agar dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi penumpang.
Selain melakukan pendataan ulang dan pelatihan, Dishub juga tengah menyusun skema subsidi operasional berbasis jarak tempuh, seperti yang diterapkan dalam sistem JakLingko Jakarta. Pemerintah daerah akan mempelajari kemungkinan penerapan model serupa di Balikpapan, meski dengan penyesuaian terhadap kondisi geografis dan anggaran daerah.
“Kami sudah belajar langsung ke Solo dan Jakarta. Tapi tentu tidak semua sistem bisa diterapkan begitu saja. Balikpapan punya karakteristik sendiri, baik dari segi topografi maupun jumlah penduduk,” kata Fadli.
Ia menambahkan, RIJT juga akan memuat rekomendasi kuota transportasi daring, titik-titik transfer antarmoda, serta rencana jangka panjang untuk transportasi ramah lingkungan, termasuk pengembangan bus listrik dan jalur nonmotor.
“Begitu RIJT selesai, kebijakan transportasi di Balikpapan akan lebih terarah. Termasuk pembatasan kuota kendaraan daring dan evaluasi keberadaan angkot yang tidak layak jalan,” pungkasnya.
Dengan langkah ini, Dishub menargetkan terciptanya sistem transportasi yang tidak hanya modern dan efisien, tetapi juga memberi peluang ekonomi baru bagi pengemudi angkot melalui diversifikasi fungsi layanan. (*)
Discussion about this post