BALIKPAPAN, Fokusborneo.com — Upaya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan industri dan kelestarian lingkungan terus diperkuat Pemerintah Kota Balikpapan. Melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), pemerintah mendorong dunia industri untuk bertransformasi menuju sistem pengelolaan limbah tanpa residu berbahaya atau zero waste.
Langkah ini dinilai penting agar aktivitas ekonomi tidak lagi menjadi beban bagi lingkungan hidup di kota minyak tersebut.
Kepala DLH Kota Balikpapan, Sudirman Djayaleksana mengatakan rencana komisioning fasilitas baru milik PT Pertamina Patra Niaga dan penutupan fasilitas pengelolaan limbah pada proyek Refinery Development Master Plan Joint Operation (RDMP–JO) sudah mulai dilakukan.
Pemerintah melihat momen tersebut sebagai peluang untuk menata ulang praktik industri agar lebih ramah lingkungan dan berorientasi pada pemanfaatan sumber daya.
Sudirman mengatakan, pola baru yang diterapkan Patra Niaga dengan memindahkan sisa bahan bakar dari fasilitas lama ke unit baru untuk kemudian diolah kembali merupakan langkah maju dalam pengelolaan lingkungan.
Menurutnya, pendekatan ini bisa mengubah cara pandang perusahaan terhadap limbah yang selama ini dianggap sekadar sisa produksi.
“Pendekatan seperti ini menunjukkan dunia industri bisa tetap tumbuh tanpa meninggalkan dampak buruk bagi lingkungan. Kalau limbah bisa diolah ulang dan memberi nilai tambah, maka yang tercipta bukan beban, tapi potensi baru,” ujar Sudirman, Minggu (2/11/2025).
DLH memastikan setiap proses penutupan fasilitas lama RDMP–JO akan diawasi secara menyeluruh. Pemeriksaan teknis dilakukan bersama tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memastikan tidak ada sisa bahan berbahaya yang tertinggal.
“Kami memastikan seluruh tahapan berjalan aman dan sesuai prosedur. Setiap area harus melalui uji laboratorium agar tidak ada residu yang berisiko mencemari tanah atau air,” jelasnya.
Ia menambahkan, keberhasilan menjaga lingkungan bukan hanya ditentukan oleh pengawasan pemerintah, tetapi juga oleh kesadaran pelaku usaha dalam mengelola risiko sejak awal.
Menurutnya, investasi pada teknologi pengolahan limbah yang modern justru akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan.
“Kalau perusahaan sudah memikirkan aspek lingkungan sejak proses produksi, maka persoalan di hilir bisa jauh lebih kecil. Ini bukan sekadar memenuhi regulasi, tapi memastikan kegiatan industri bisa terus berlanjut dengan cara yang benar,” tuturnya.
Selain aspek teknis, DLH juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor. Sudirman menilai, Balikpapan memiliki posisi strategis sebagai kota industri dan sekaligus kota hijau yang menjadi contoh di Kalimantan Timur. Karena itu, menjaga keseimbangan ekologis menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.
“Kota ini tumbuh dari sektor industri, tapi juga punya komitmen kuat terhadap ruang hijau. Semua pihak perlu ikut menjaga ritme itu. Dunia usaha punya peran besar karena mereka berada di garis depan dalam penggunaan sumber daya,” katanya.
Langkah Patra Niaga dan proyek RDMP–JO dinilainya bisa menjadi contoh baik bagi industri lain. Dengan mengolah limbah menjadi produk turunan, industri tidak hanya memperkecil dampak lingkungan, tapi juga membuka peluang inovasi dan efisiensi biaya.
“Kalau pola seperti ini diterapkan luas, Balikpapan akan dikenal sebagai kota yang tidak hanya memproduksi energi, tapi juga menghasilkan solusi hijau. Itu arah yang ingin kami dorong,” tegasnya.
DLH optimis, melalui pengawasan ketat dan kerja sama lintas sektor, Balikpapan mampu mempertahankan reputasinya sebagai kota industri yang tetap menjaga harmoni lingkungan. (*)















Discussion about this post