TARAKAN – Pengembangan komoditi ekspor kepiting bakau perlu ada budidaya. Sebab untuk meningkatkan kapasitas ekspor kepiting, pengembangannya tidak bisa dilakukan secara manual (tradisional) melainkan harus melalui budidaya agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Direktur Science Techno Park (STP) Kalimantan Utara Heppi Iromo mengatakan, dari hasil penelitian tim akademisi STP, pembesaran kepiting dilakukan secara budidaya tingkat keberhasilannya tinggi dibandingkan secara manual.
“Kunci dari mengembangkan kepiting, adalah bibitnya. Makanya budidaya bibit ini sangat penting supaya kepiting yang dibesarkan bisa maksimal,†kata Heppi kepada Fokusborneo.com, Rabu (12/2/20).

Selama ini, bibit kepiting yang dibesarkan masih diambil dari alam belum ada hasil budidaya. Kedepan, STP akan bekerjasama dengan perusahaan besar untuk mengembangkan bibit kepiting.



“Sudah ada perusahaan yang melakukan pembesaran kepiting. Namun bukan dari benih, tapi dari fase penangkapan di alam dikembangkan di tambak tradisional menjadi induk yang matang telurnya atau kepiting-kepiting ukuran besar,†bebernya.
Pengembangan secara manual, kuantitasnya belum bisa dipastikan karena bibit yang didapat dari alam terbatas. Berbeda jika budidaya, bibit yang dihasilkan bisa lebih banyak.

“Dari Balai benih Jepara bibit yang ukurannya 0,5 sampai 0,7 centimeter kami kembangkan ditambak tradisional, alhamdulillah hasilnya bagus. Dalam masa 3 bulan itu, bisa menghasilkan bibit untuk kepiting soka yang bobotnya 70 sampai 90 Kilogram,†jelasnya.
Kedepan diharapkan, Kaltara memiliki tempat pembibitan sendiri yang bisa memenuhi kebutuhan bibit bagi pengusaha dan petani tambak di Kaltara.
“Kita harapkan itu usaha yang besar, supaya bisa menjadi pendapatan daerah kedepannya,†tutup Heppi Iromo. (spo/iik)