TARAKAN – Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) Kalimantan Utara menyatakan keberatan dengan adanya kenaikan tarif pergudangan di bandara Juwata Tarakan.
Keberatan tersebut di tegaskan melalui surat Nomor : 045/DPW ASPER/VII/2025 perihal Keberatan atas kenaikan tarif kargo incoming yang ditujukan kepada Kepala UPBU/BLU Bandara Juwata Tarakan.
Saat dikonfirmasi, Plt. Ketua DPW Asperindo Kaltara, Sukma Wardanie atau Ewa, mengatakan, otoritas bandara telah resmi menaikkan tarif dari semula Rp Rp 65 menjadi Rp170 per kilogram kargo. Namun, kenyataannya, tarif yang diberlakukan oleh pengelola gudang justru melonjak hingga Rp350 per kilogram.
“Kenaikan dari pihak bandara memang sebesar Rp 170 atau Rp 105 dari sebelumnya dan itu kami masih bisa pahami. Tapi yang terjadi di lapangan, tarif dinaikkan sampai Rp350 per kilo. Ada selisih Rp245 per kilo yang kami anggap tidak wajar,” terang Ewa kepada media, Jumat (25/7/2025).
ASPERINDO Wilayah Kalimantan Utara sangat keberatan dan tidak menyetujui atas kenaikan Rp 350, perkilo tersebut diatas yang kan ditagih oleh pengelola pergudangan.
Ada tiga pengelola jasa pergudangan di Bandara Juwata Tarakan yakni, PT RJA, PT Marege, dan PT CDA.
“Seyogyanya kenaikan sesuai dengan surat dari UPBU/BLU tersebut diatas yakni Rp. 1.850, ditambah Rp. 105, menjadi Rp. 1.955,” katanya.
Selama ini pelaku usaha pengiriman merasa dipaksa mengikuti tarif yang ditentukan tanpa pernah diajak bicara. Tiba-tiba keluar surat pemberitahuan dan langsung diberlakukan.
Asperindo menegaskan, jika kenaikan tarif dilakukan berdasarkan regulasi resmi dari otoritas bandara atau Kementerian Keuangan, pihaknya tentu akan mematuhi. Namun, dalam kasus ini, keputusan dianggap tidak memiliki dasar yang jelas.
“Kami ini asosiasi pengiriman barang. Kalau selisihnya Rp245 per kilo, dan sehari bisa 30 ton, maka potensi kerugian kami bisa mencapai Rp7 miliar dalam sebulan. Ini membebani biaya operasional secara signifikan,” jelas Ewa.
Sementara itu, anggota Asperindo Kaltara lainnya, M. Ridho Asnawie, mengungkapkan, bahwa gudang yang berada di kawasan bandara tersebut dikelola oleh tiga agen. Meski demikian, bangunan gudang merupakan aset negara yang dibangun dengan dana APBN, sehingga pengelola semestinya mengikuti ketentuan tarif resmi.
“Kalau dibiarkan naik seenaknya, bisa-bisa nanti tiap dua atau tiga bulan sekali tarif naik lagi. Ini sangat meresahkan,” kata Ridho, yang juga menjabat sebagai Direktur PT Jaya Abadi Cargo.
Sebagai bentuk protes, Ridho menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat somasi secara resmi kepada pengelola bandara.
“Kami akan layangkan surat keberatan. Ini bukan sekadar urusan bisnis, tetapi soal perlindungan terhadap mitra kerja dan kepentingan masyarakat pengguna jasa ekspedisi,” tegasnya.
Somasi di layangkan atas nama perusahaan milik Asnawie secara pribadi. Jika nantinya tidak ada tanggapan maka akan dibawa ke jalur hukum. (**)
Discussion about this post