BALIKPAPAN, Fokusborneo.com – Sidang perkara dugaan pemalsuan dokumen dan penggelapan dana yang melibatkan terdakwa Yusup Adi Putra, mantan karyawan PT Jotun Indonesia, kembali digelar di Pengadilan Negeri Balikpapan, Rabu (22/10/25).
Sidang yang berlangsung di ruang utama Pengadilan Negeri Balikpapan itu beragenda pemeriksaan saksi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eka menghadirkan tiga orang saksi, masing-masing Vivi, Agus Halim, dan Roni Widodo, yang seluruhnya merupakan pihak yang pernah bekerja bersama atau memiliki hubungan kerja dengan terdakwa selama berada di lingkungan PT Jotun Cabang Balikpapan.
Ketiga saksi dimintai keterangan untuk memperkuat dakwaan terhadap Yusup Adi Putra. Dalam keterangannya, mereka menjelaskan sejumlah dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan aktivitas administrasi dan keuangan perusahaan selama periode kerja terdakwa.
“Kasus ini terkait dugaan pemalsuan dokumen dan penggelapan dana perusahaan, dengan total kerugian mencapai sekitar Rp2 miliar,” ujar JPU Eka, usai sidang, kepada sejumlah wartawan yang hadir.
Sidang berlangsung tertib selama kurang lebih 50 menit. Majelis hakim mempersilakan JPU menunjukkan beberapa dokumen yang diduga dipalsukan oleh terdakwa untuk kemudian ditanggapi oleh para saksi. Satu per satu saksi memberikan penjelasan atas dokumen tersebut, baik yang berkaitan dengan transaksi keuangan maupun pengajuan administrasi internal perusahaan.
Menurut keterangan JPU, kasus ini bermula dari temuan kejanggalan dalam laporan keuangan internal PT Jotun Cabang Balikpapan, perusahaan cat multinasional yang berlokasi di Jalan MT. Haryono No. 82, Kelurahan Batu Ampar, Kecamatan Balikpapan Utara. Temuan itu kemudian dilaporkan ke pihak manajemen pusat dan berujung pada proses penyelidikan hukum.
Dalam dakwaan yang dibacakan pada sidang sebelumnya, JPU menyebut Yusup Adi Putra diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan membuat dan menggunakan surat-surat palsu yang menimbulkan hak atau perjanjian tertentu, serta mempergunakan dokumen tersebut seolah-olah asli.
Tindakan itu, menurut JPU, tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga mencoreng integritas sistem administrasi perusahaan. Selain dakwaan utama, JPU juga menyiapkan dakwaan alternatif yang mencakup dugaan pemakaian surat palsu, penggelapan dalam jabatan, serta penipuan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain melalui tipu muslihat.
Perbuatan tersebut diduga dilakukan terdakwa selama periode November 2018 hingga Januari 2023, ketika ia masih bekerja di bagian administrasi dan keuangan perusahaan.
Dalam kurun waktu itu, terdakwa diduga memanfaatkan kewenangannya untuk mengakses dan mengelola data keuangan perusahaan, termasuk dokumen transaksi dan pelaporan biaya operasional.
Dari hasil penyidikan, ditemukan adanya sejumlah dokumen yang isinya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Beberapa bukti surat pengeluaran dan penggantian biaya dinilai tidak sah dan diduga dibuat oleh terdakwa sendiri untuk kepentingan pribadi.
Dugaan ini diperkuat dengan keterangan para saksi yang mengaku tidak mengetahui adanya transaksi sebagaimana tercantum dalam dokumen tersebut.
Persidangan juga menyinggung soal kemungkinan adanya pihak lain yang turut mengetahui praktik tersebut. Namun, hingga sidang kali ini, JPU menegaskan bahwa Yusup Adi Putra masih menjadi satu-satunya pihak yang bertanggung jawab secara hukum atas tindakan tersebut.
Selama persidangan berlangsung, terdakwa terlihat tenang. Ia beberapa kali menundukkan kepala sambil mencatat jalannya sidang. Usai pemeriksaan saksi, Yusup tampak bersalaman dengan para saksi dan petugas pengadilan sebelum dibawa kembali ke ruang tahanan.
Sidang yang dipimpin majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan tersebut kemudian ditutup dengan penetapan jadwal sidang lanjutan.
Rencananya, sidang berikutnya akan kembali menghadirkan saksi tambahan dari pihak perusahaan dan pemeriksa dokumen untuk memperjelas alur pembuktian sebelum menuju tahap pembacaan tuntutan.(*/oc)
Discussion about this post