OPINI – Tahun lalu saat implementasi PPDB online, situasinya sangat panas, tak hanya cuaca, tapi juga para orang tua siswa yang panas, protes pelaksanaan PPDB yang menurut mereka tidak adil dan cenderung tidak transparan. Saat ini, karena situasi Covid-19, tata caranya pun tentu harus berubah, tidak boleh lagi ada kontak fisik, semua harus dilakukan murni secara online.
Sekedar mengingatkan, semenjak peralihan rejim Mendiknas Muhajir ke Mendiknas Nabiel Makarim yang menerbitkan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB), skema kuota jalur zonasi PPDB 2020 berubah menjadi: jalur zonasi 50 persen, afirmasi 15 persen, pindahan 5 persen dan jalur prestasi 30 persen. Melalui PPBD 2020, Kemendikbud ingin mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah dan daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi.
PPDB 2020: Konteks Kalimantan Utara
Disdikbud Kaltara telah bersiap PPDB online dengan mengantisipasi situasi Covid-19. Disdikbud menjelaskan pendaftaran PPDB dilakukan dengan dua cara, online dan offline alias datang langsung menyerahkan berkas ke sekolah, dengan mengikuti prosedur protokol kesehatan covid-19.
Pendaftaran PPDB mulai dilakukan pada 15 hingga 20 Juni 2020. Disdikbud Kaltara juga menjelaskan tata cara pendaftaran PPDB untuk daerah 3 T (tertinggal, terdepan dan terluar), dalam hal ini, Kabupaten Nunukan.
Sebagai informasi, status 3 T ini terkait dengan akses geografis, akses koneksi internet sehingga PPDB online bukan lah pilihan. Selain itu, terdapat banyak kecamatan yang ada di Kaltara, akses terdekat nya ada di kabupaten lain, misalnya beberapa desa di kabupaten Nunukan lebih dekat akses mereka ke kabupaten Malinau, kecamatan Sekatak yang berinduk pada kabupaten Bulungan lebih dekat mereka mengakses ke Tarakan atau kabupaten Tana Tidung.
Masalah lain adalah tidak semua kecamatan memiliki sekolah negeri, terutama SMA, dan siswa yang mengikuti orang tua nya bekerja di tempat lain dengan masih menggunakan kartu keluarga asal.
Mekanisme mendaftar secara offline seperti yang dirancang oleh Disdikbud Kaltara untuk PPDB 2020 jelas rentan terhadap pelanggaran prosedur pemerintah sendiri dan tidak ada yang bisa menjamin para pendaftar mengikuti prosedur protokol kesehatan covid-19.
Bisa saja, kerumunan pendaftar offline akan menimbulkan masalah kesehatan baru penyebaran Covid-19, setertib dan setegas apapun pengaturannya. Masalah lain bagi orang tua siswa yang berada di wilayah pedalaman, jelas akan sangat memberatkan, karena ongkos dari kampung mereka menuju sekolah terdekat harganya lebih dari BLT (bantuan langsung tunai) Rp. 600.000.
Tawaran solusi PPDB online untuk Kaltara
Sebenarnya pemerintah pusat telah memberikan kewenangan sebesar-besarnya bagi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk berkreasi, mencari bentuk terbaik PPDB online berdasarkan kebutuhan lokalitas.
Dari permasalahan tahun sebelumnya, data kependudukan, ketidakjelasan wilayah zonasi, penerimaan yang tidak transparan, lintas batas penduduk, akses internet dan geografis sulit sebenarnya bisa tergambarkan solusinya, berikut:
1. Otoritas terkait membuat sosialisasi sedini mungkin kepada masyarakat luas tentang skema terbaru Permendikbud tentang PPDB Nomor 44 Tahun 2019. Pemerintah propinsi dan kabupaten/kota dalam hal ini memperkuat kordinasi nya tentang batas kewenangan antara SMA/SMK, dan SMP, termasuk untuk penjelasan sekolah kejuruan, SMK tidak memberlakukan PPDB. Pemerintah daerah bisa membuat platform tanya jawab online, hotline pengaduan (Disdikbud, Ombudsman, masyarakat sipil). Mereka juga harus menyaring keluhan orang tua murid di platform group sosial media Facebook yang banyak di Kaltara.
2. Saat ini, tentu data siswa yang lulus tahun ini dari SD dan SMP tentu telah tersedia berikut dengan alamat domisili mereka. Dinas Pendidikan bekerja sama dengan pihak sekolah membuat database nama siswa yang lulus dan alamat mereka untuk disesuaikan dengan jarak sekolah terdekat dengan rumah mereka.
Sebagai contoh, pemerintah kota Tarakan bisa membuat kluster per kelurahan asal calon siswa dengan sekolah terdekat dimana mereka bisa daftar. Tahun lalu, wilayah Kampung Bugis bagian dalam menjadi wilayah blank spot karena mereka sama-sama jauh baik ke SMP 1 maupun SMP 2, akibatnya banyak orang tua siswa kebingungan dengan skema jarak sekolah menggunakan google map.
Namun sekali lagi, hal ini perlu pertimbangan dengan matang, karena jarak sekolah dengan wilayah administratif seorang calon siswa tinggal bisa saja berbeda. Misal, di Tarakan, ada wilayah yang secara administratif masuk di kelurahan Karang Harapan Tarakan Barat, namun sebenarnya rumah nya lebih dekat dengan sekolah yang ada di kecamatan Tarakan Utara.
3. Berdayakan semua ASN untuk melakukan verifikasi data calon siswa baik dari sekolah maupun dari Dinas Kependudukan/kecamatan/kelurahan.
4. Ditempat dengan akses internet bagus, PPDB online bisa dilanjutkan. Namun, sebaiknya agar resiko pelanggaran protocol kesehatan Covid-19 tetap diminimalisir, sebaiknya pemerintah membuat sistem jemput bola dengan membuat tim khusus/panitia, dengan catatan, database siswa lulus sudah tersedia dan pemetaan alamat mereka sudah teridentifikasi.
Hal ini tentu juga memangkas biaya transportasi mahal orang tua khususnya yang dipedalaman sekaligus kerentanan penyebaran Covid-19 tetap bisa dikendalikan.
5. Kabupaten Nunukan yang termasuk dalam kategori 3 T (tertinggal, terdepan dan terluar) secara otomatis harusnya tidak lagi memberlakukan PPDB. Sebagai catatan disini,
6. Pungutan uang seragam, buku, alat praktek harus diputuskan dilarang oleh pemerintah dan Ombudsman Kaltara.
Jangan beri peluang sekecil apapun bagi oknum untuk mengakali pungutan yang tak resmi karena hal ini akan memberatkan orang tua siswa, apalagi saat ini banyak mereka terdampak ekonomi lesu dan bahkan PHK akibat Covid-19.
7. Segera memikirkan upaya pemetaan pendidikan yang berbasis online dan offiline bila kondisi Covid-19 ini berkepanjangan. Pendekatan pengembangan kapasitas bagi guru untuk metode pengajaran online diberikan, membuat mekanisme (pembiayaan, sistem) dan aplikasi belajar beserta metodologinya yang sesuai dengan kondisi Kaltara baik online maupun offline, dan terakhir memperkuat institusi sekolah dalam membimbing dan mengawasi para guru dalam melakukan belajar online/offline.
Semua proses ini tentu sangat membutuhkan peran kordinatif dan upaya sinergis dari masing-masing lapisan mulai dari propinsi hingga sekolah untuk saling isi agar negara benar-benar hadir dalam pelayanan warga negara yang professional dan transparan dalam meraih pendidikan yang layak.
Penulis:
Muhamad Nour, M. Si
Praktisi Kebijakan Publik















Discussion about this post