Menu

Mode Gelap

Opini

Suka Duka Ramadan di Amerika


					Suka Duka Ramadan di Amerika Perbesar

Nama saya Elok Suci Wulandari, mahasiswa S2 di Florida State University, Florida. Saya datang ke Florida pada akhir tahun 2020 lalu untuk belajar tentang meteorologi.

Saya berasal dari Tarakan, Kalimantan Utara. Amerika adalah perjalanan terjauh dan terlama yang pernah saya tempuh selama hidup saya. Saya berangkat ke Amerika bersama rombongan teman-teman sesama penerima beasiswa Fulbright, sekitar 10 orang pada saat itu.

Tahun ini adalah pengalaman pertama saya berpuasa ditempat yang sangat asing dan merasakan seperti apa hidup sebagai minoritas disebuah negara.

Melewatkan momen Ramadan atau bahkan Idul Fitri bersama keluarga karena tidak bisa pulang ke kampung halaman adalah hal yang biasa bagi saya sebagai anak rantau.

Bahkan tetap berangkat bekerja pada hari Idul Fitri adalah hal yang lumrah di lingkungan kerja saya. Tapi Ramadan tahun ini terasa sangat spesial dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, karena sekarang saya menjalaninya di tanah rantau Amerika.

Di tempat saya belajar, tepatnya di kota Tallahasse, negara bagian Florida memiliki lama waktu berpuasa yang tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Kami berpuasa selama kurang lebih 14 jam, dimana fajar pada pukul 5.48 pagi dan maghrib pada pukul 20.14 malam. Sejauh yang saya tau, Tallahassee telah memiliki dua buah masjid yang telah berdiri hingga saat ini, alhamdulillah. Namun karena kondisi pandemi COVID-19 membuat satu masjid ditutup untuk kegiatan ibadah bersama.

Untuk berbuka puasa dan sahur, saya biasanya membeli bahan makanan di swalayan terdekat seperti Publix atau Walmart. Namun untuk protein, saya hanya berani membelinya di toko halal, satu-satunya di kota ini.

Sedikitnya muslim di kota ini menyebabkan sangat susah untuk menemukan restoran bertanda halal disini. Satu-satunya menu aman saat ingin makan direstoran adalah dengan memilih vegetarian food atau seafood.

Hidup sebagai minoritas disebuah negara pada saat pandemi membuat saya merasa kesepian walaupun punya teman sesama muslim dalam satu rumah. Semua kegiatan belajar yang masih dilakukan secara daring membuat saya sedikit kesusahan untuk bersosialisasi dengan teman-teman.

Alhamdulillah, beberapa hari sebelum Ramadan saya bertemu muslim lain, Shaima dari Algeria saat sedang berbelanja. Kemudian hari-hari selanjutnya Allah mulai mempertemukan saya dengan banyak muslim dari berbagai negara seperti Mesir dan Singapura dalam banyak kesempatan tak terduga.

Kami kemudian mulai saling mengundang untuk berbuka bersama, saling berbagi makanan khas daerah masing-masing, dan saling berbagi kisah hidup sebagai muslim di Amerika.

Saya juga berkesempatan berbuka puasa bersama dengan rekan-rekan mahasiswa Indonesia di Florida State University. Mahasiswa Indonesia disini hanya berjumlah lima orang dan ini adalah pertama kalinya kami berkumpul secara lengkap.

Dengan kemampuan memasak yang pas-pasan dan berbekal bumbu instan dari Indonesia jadilah soto ayam, tempe orek, dan berbagai menu nusantara lainnya. Kami juga berkesempatan mencoba chicken shawarma yang sangat nikmat yang dibuat oleh teman kami dari Algeria.

Chicken shawarma berbentuk seperti kebab namun diisi dengan ayam dan salad didalamnya. Kegiatan ini sangat menyenangkan dan harus diulang dengan lebih banyak teman internasional lainnya. Kegiatan makan bersama memang selalu menjadi cara yang ampuh untuk bisa mencairkan suasana dan mendekatkan silahturahmi.

Menjalani ibadah puasa bersama teman-teman muslim dari banyak negara membuat saya sangat bersyukur atas keberagaman budaya yang kami miliki. Mencoba berbagi menu dan berbagi cerita bersama membuat hati saya kembali terasa hangat.

Walaupun terkadang masih suka kangen jajanan takjil dipinggir jalan seperti jalangkote, gorengan dan berbagai macam es khas Kota Tarakan.

Tapi sekarang saya tidak lagi merasa sendiri di negara ini, saya mempunyai saudara-saudara muslim yang saling menguatkan dan mengingatkan. Tidak sabar rasanya untuk bisa sesekali merasakan tarawih bersama di Masjid di sisa hari-hari di bulan Ramadan.

Penulis : Elok Suci Wulandari, Mahasiswa S2 Penerima beasiswa Fulbright Master Program di Florida State University / Staf BMKG di Tarakan, Kalimantan Utara

Artikel ini telah dibaca 103 kali

badge-check

Writer

Baca Lainnya

SINAR DATA: Aksi Perubahan untuk Masa Depan Tata Kelola Aset Tanah yang Terintegrasi dan Berkelanjutan di Kabupaten Tana Tidung

23 Juni 2025 - 20:16

Membangkitkan Kembali KKMB: Menyelamatkan Ikon Ekowisata Tarakan

21 Juni 2025 - 07:39

Agar Ratu Intan Tak Sepi Sendiri: Menata Ulang Konsep Wisata Pantai Amal

18 Juni 2025 - 10:19

Pantai Amal: Dari Gersang Menuju Ruang Wisata Kota

16 Juni 2025 - 12:27

Pantai Amal dan Masa Depan Ekowisata Hijau Kalimantan Utara

16 Juni 2025 - 08:47

Siapa Peduli Saat Pers Lokal Sekarat?

9 Juni 2025 - 15:21

Trending di Opini