Menu

Mode Gelap

Opini · 13 Nov 2023 13:30 WITA ·

Dianto Bayu ‘’Yuyud’’ Saputro


					Dianto Bayu ‘’Yuyud’’ Saputro Perbesar

Catatan : Doddy Irvan/Pai

 

Ini Obituari terberat yang pernah saya tulis. Kisah tentang sahabat dan “musuh” saya di lapangan tenis. Dia adalah Almarhum Dianto Bayu Saputro. Bayu atau Yuyud -panggilan kecilnya- menghembuskan nafas terakhir di tempat yang paling Ia cintai. Lapangan Tenis Tideng Pala KTT, Minggu 12 November 2023 pukul 09.30.

width"450"

Usianya dua tahun dibawah saya. Kami tumbuh dan besar di Kompleks Inhutani Peningki. Disitulah saya dan Bayu mulai mengenal tenis. Setiap hari sepulang sekolah kami berlomba sampai di lapangan. Kami harus main sebelum jadwal orang tua tiba di sore hari.

SMA kelas 1, Bayu pindah ke Gersik mengikuti orang tuanya. Saya juga pindah ke Balikpapan dan lanjut ke Bogor. Hampir 9 tahun kami tidak pernah berjumpa. Bertemu lagi saat saya kembali ke Tarakan.

Ternyata perjumpaan kedua itu, Bayu sungguh berbeda. Badannya sudah berisi. Tinggi besar. Tidak kerempeng seperti saat kami masih di Peningki. Sampai teman-teman memanggilnya si Peyot, karena tubuhnya kurus. Permainan tenisnya pun semakin bagus. Ternyata selama di Gersik dan kuliah di Jogjakarta Bayu tetap rutin main tenis. Tidak seperti saya berhenti total.

Saya sering bercanda. “Dulu Yu, waktu masih di Pengki mana bisa kau kalahkan aku,” kata Saya. “Itu dulu, sekarang kau yang susah ngalahkan aku,” jawabnya sambil tertawa ngakak.

Benar. Saya selalu sulit mengalahkan Bayu. Permainannya cepat. Pukulannya bertenaga. Servicenya kencang. Dia adalah tipe pemain cerdas. Yang mampu membaca kelemahan lawannya. Tak heran setiap pertandingan dia selalu juara.

Bahkan bisa dikatakan Bayu adalah pemain nomor satu Tarakan dan disegani di Kaltara. Apalagi kalau berpasangan dengan partner abadinya Tupeng Gawe. Mereka berdua tidak terkalahkan.

Kenangan masa kecil di Peningki selalu menjadi bahan cerita nostalgia kami berdua. Beberapa momen saya lupa, Bayu selalu mengingatkan dengan cerita yang sangat detail. Itulah saat kami merenggangkan ketegangan setelah bermain. Biasalah, kalau saya main sama Bayu pasti selalu diselipi pertengkaran kecil. Walau akhirnya ditutup dengan derai tawa.

Bayu adalah pemain kompetitip. Kalau main selalu tidak mau kalah. Biar pun bukan pertandingan. Itu yang membedakannya dengan teman-teman lain. Dia selalu ngotot. Kalah adalah aib baginya. Apalagi saat mengikuti kejuaraan. Pikiran dan pembicaraannya pasti seputar pertandingan. Atau membahas hasil permainan. Begitulah Bayu.

Setelah kejadian kemarin, saya mencoba mengumpulkan puzel tentang dirinya. Terutama satu tahun kebelakang dan menjelang kehilangannya. Ada perubahan mencolok. Ia mudah letih. Kecepatannya pun menurun. Tidak seperti dulu lagi. Yang tidak berubah hanya semangat tandingnya. Dia tetap serius ketika bermain. Bahkan dibeberapa pertandingan Ia dan Tupeng masih juara. Terakhir mereka menyabet Kapolda Cup.

Suatu waktu saya mengingatkannya. Untuk merubah permainan. Usia dan fisik tidak bisa dibohongi. Permainan cepat membutuhkan tenaga.

‘’Yu, kita ini sudah tua. Sampai kapan kita bisa main cepat. Rubahlah cara main mu,’’ kata saya padanya.

Bayu selalu punya jawaban. ‘’Aku gak bisa Pai, main kaya kau. Begitulah caraku main,’’ jawab Bayu.

Tiga bulan belakangan kami kerap menemani Walikota Tarakan Khairul bermain. Jadwalnya Senin, Rabu dan Jumat petang di Stadion Tenis Indoor Telaga Kramat. Kalau lawan Walikota, saya pasti pasangan sama Bayu. Sedangkan Tupeng menjadi partner tetap Walikota.

Sambil bermain terkadang kami ngobrol. Saya coba mengingatkan dia untuk tidak terlalu ngoyo. Tapi lagi-lagi, Bayu punya cara bermain. Dia selalu ingin permainan berjalan seru. Makanya tak heran pertarungan kami melawan Walikota pasti ramai.

Terakhir, saya mengajak taruhan. ‘’Yang menang traktir Mc Donald ya,’’ teriak saya. ‘’Ok, siapa takut,’’ jawab Walikota. Permainan itu dimenangkan Khairul dan Tupeng. Sesuai kesepakatan Walikota harus mentraktir kami. Sayang sampai Bayu meninggal rencana makan di Mc Donald belum terlaksana. Penyesalan itu disampaikan Khairul saat melepas kepergian Bayu.

‘’Satu hutang saya. Belum sempat traktir Almarhum makan di Mc Donald,’’ kata Khairul dengan suara parau.

Kepergian Bayu begitu mendadak. Ia seperti memilih tempat yang spesial. Bukan di Indoor, lapangan tenis kesukaannya. Tapi di lapangan tenis Tideng Pala, KTT.

Sejak Dispora KTT akan menggelar turnamen, Bayu menjadi salah satu pemain yang paling gelisah. Dia rutin menghubungi panitia soal aturan permainan sampai tanggal pertandingan. Dalam turnamen KTT Open itu kategori beregu putra. Nomor yang dipertandingkan Prestasi, Kelompok total umur 90 dan 100 tahun. Bayu, Tupeng, Aseng, Payong dan Rusdin dikontrak Club Lion Tanjung Selor.

Setiap bertemu di Indoor, Bayu selalu membahas pertandingan itu. Dia menanyakan ke saya, apakah ada klub yang sudah mengontrak untuk ikut pertandingan itu. Sampai empat hari sebelum pertandingan, tidak ada klub yang mengontrak saya. Akhirnya saya dihubungi seorang kawan di KTT mengajak saya membela tim Bank Kaltimtara KTT. Di klub itu saya bermain bersama Kustriansyah, Rahmad dan Hamdi pemain asal Tarakan.

Tidak hanya saya, ternyata Tim DPRD KTT juga mendatangkan pemain asal Tarakan. Mereka adalah Kasman, Toto, Jamzani, Nanang dan Sofyan. Jadilah pertandingan itu paling banyak diikuti pemain asal Tarakan.

Walau berbeda klub kami berangkatnya bersamaan. Kamis (9/11) siang kami janjian bertemu di pelabuhan SDF. Saya sampai di pelabuan ternyata Bayu sudah duluan. Dia memang disiplin soal waktu. Kami lantas ke loket. Menanyakan tiket yang telah dipesan Komariah, rekan kami. Lantas Bayu, menghubungi teman-teman yang belum datang. Sambil memegang tiket. Ternyata itu adalah tiket one way untuknya.

Dalam perjalanan seperti biasa kami banyak bercanda. Tiba di Tideng Pala, kami berpisah karena berbeda klub. Bayu dan Tim Lion tinggal di penginapan. Sedangkan saya tidur di rumah yang sudah disiapkan panita bersama teman-teman lain.

Walau tidur terpisah kami menghabiskan waktu di lapangan. Saya menganggapnya seperti reuni. Bertemu pemain-pemain seangkatan dari Berau dan Bulungan. Tenis di Kaltara memang unik. Olahraga ini sudah seperti komunitas. Bersaing di pertandingan tapi berteman akrab di luar lapangan.

Tim saya satu grup dengan Lion. Kami bertemu di penyisihan. Saya sempat bilang minta dipertemukan dengan Bayu. Mendengar itu, Bayu cuma cengar-cengir. Sayang, keinginan saya itu tidak bisa dipenuhi karena masalah teknis. Saya hanya bisa menonton Bayu/Tupeng melawan Emy/Rahmad di ganda prestasi. Sedangkan saya main di kelompok 90 tahun dan menyumbang satu poin. Tim kami kalah 2-1 dari Lion. Dan menjadi runner up grup.

Di semifinal, Lion bertemu Bintang Tenis Club dari Berau. Saya dan teman-teman bertemu DPRD KTT. Kami sudah memprediksi, pertemuan antara Lion dan Bintang Tenis Club pasti seru. Kekuatan tim merata. Bintang Tenis Club dihuni pemain top Kaltim. Ada Adi Setiawan, Beni Tanjung dan Yan AT.

Pertandingan ini kuncinya strategi. Tim yang salah susun pemain, dijamin kalah. Disinilah peran Bayu bermain. Dia jeli membaca kekuatan lawan. Ternyata komposisi pemain, Bayu yang tentukan.

Diprestasi dia turun bersama pasangan abadinya Tupeng Gawe. Melawan Adi Setiawan dengan Hendri. Tahukah Anda Hendri adalah sepupu dua kali Bayu. Jadi bisa dikata, pertandingan ini perang saudara sekaligus perpisahan.

Diluar dugaan, Tupeng/Bayu menang mudah. Tapi disinilah puzel itu mulai tersusun. Tupeng bercerita, usai pertandingan Bayu sempat mengungkapkan kepadanya sesuatu yang ganjil tapi tanpa disadari dirinya.

‘’Kenapa ya Peng, kepala ku aja yang berkeringat badan ku nggak berkeringat,’’ ujar Bayu.

Tupeng baru menyadarinya setelah kejadian. Sebagai orang yang sangat dia kenal di dalam dan luar lapangan setuasi itu memang jarang dialami Bayu. ‘’Jarang dia begitu bro. Biasanya setiap main semua bajunya basah,’’ cerita Tupeng.

Tapi kemenangan membuat mereka berdua eforia. Tanpa sedikit pun menanggapi keluhan Bayu. Di Partai kedua sekor menjadi sama kuat. Usai Bintang Tenis Club mencuri poin di kelompok 90 tahun.

Ketegangan mulai terjadi di partai penentuan. Disini juga puzel itu semakin tersusun rapi. Namun lagi-lagi tidak disadari. Payong/Aseng bertemu Yan AT/Zul di kelompok 100 tahun. Poin kejar kejaran. Semua tegang. Apalagi para pemain Lion termasuk Bayu. Pertandingan itu berakhir usai bola tanggung yang dipukul Yan AT menyangkut di net. Semua pemain berhamburan ke tengah lapangan. Memeluk Payong/Aseng. Disitulah Bayu memberitahu Payong, mulutnya seperti terkunci.

‘’Tiba-tiba dia peluk aku nggak bisa ngomong. Habis itu aku tanya kenapa kau Yu? Dia bilang mulutnya kaku seperti terkunci,’’ kisah Payong mencoba mengingat-ingat peristiwa itu.

Berhasil menyingkirkan Bintang Tenis Club mengantarkan Lion ke partai puncak. Semua pemain meninggalkan lapangan. Mereka kembali ke hotel dan makan malam. Sedangkan saya dan teman-teman tim Bank Kaltimtara harus melakoni semifinal kedua melawan DPRD KTT.

Seperti biasa, saya turun di kelompok 90. Sejak awal kami sudah memprediksi sulit mengalahkan DPRD KTT. Tim ini dihuni peraih medali emas ganda putra Porprov Rio/Ool. Sedangkan di kelompok 100 ada pasangan legendaris Kasman dan Toto.

Partai pertama kami kalah. Emy/Rahmad tidak mampu menundukkan Rio/Ool. Berikutnya saya dan Hamdi turun lapangan. Menghadapi Jamzani/Nanang. Ditengah pertandingan rombongan Lion tiba di lapangan rupanya mereka ingin menonton pertandingan kami.

Saya melihat Bayu duduk disebelah istri saya disisi lapangan. Karena sedang fokus saya tidak memperhatikannya. Cuma celetukannya saja yang terdengar. Tapi saya lupa. Pertandingan berakhir. Saya dan Hamdi kalah telak. Final ideal pun tercipta. Lion bertemu DPRD KTT di partai puncak.

Saya sempat bicara dengan Kasman. Menurut saya, di final nanti harusnya Bayu jangan berpasangan dengan Tupeng. Dia baiknya mengorbankan ganda prestasi. Karena menurut perhitungan saya, Tupeng/Bayu bakal sulit mengalahkan Rio/ool. Tapi itu hanya sekadar analisa. Toh saya bukan bagian dari tim Lion.

Malam makin larut. Saya minta diantarkan Jusriansyah salah seorang panitia kembali ke mess yang disapkan panita. Sebelum masuk ke rumah, saya berpesan sama Jus untuk dijemput jam 09.00 pagi keesokan harinya. Saya memang harus pulang lebih cepat. Karena ada rapat yang harus saya ikuti di Tarakan. Rencananya naik speed pukul 11.30. Sambil menunggu jadwal kepulangan saya berniat nonton partai final yang seru itu.

Malam sebelum tidur, saya minta disiapkan baju dan celana yang dipakai besok ke Eva istri saya. Saya menarik baju hitam dari tas. Tinggal celana. Eva menyarankan pakai celana jeans saja. Tapi saya melihat ada training hitam. ‘’Udah pakai training ini aja,’’ kata saya.

Eva pun menyiapkannya di sisi tempat tidur. Rupanya itulah puzel terakhir yang tersusun. Pagi pukul 08.00 saya sudah bersiap. Dengan pakaian serba hitam. Warna berkabung. Sama sekali saya tidak menyadarinya. Lantas saya menghubungi Jus minta dijemput. Sedangkan Eva sudah jalan dijemput kawannya. Saya tinggal sendirian di rumah itu.

Ternyata di pagi yang cerah merona itulah situasi kritis terjadi di lapangan tenis KTT. Rio/Ool sedang bertarung melawan Tupeng/Bayu. Penonton mulai berdatangan. Di lapangan skor 2-0 untuk keunggulan Tim Lion. Bayu pegang servis. Tidak biasanya, servis pertama pemain berusia 44 tahun itu banyak sangkut. Mereka melakoni 4 kali deuce. Di skor keungulan penerima, sebelum melakukan servis Bayu berjalan ke arah pagar. Badannya gontai. Dia terus memegang pagar itu sambil menunduk. Dari seberang lapangan Rio berlari ke arah Bayu. Begitu pun Tupeng Ia mendatangi partnernya itu.

Panitia dan para pemain berhamburan kelapangan. Payong berteriak agar pertandingan dihentikan. Bayu dibopong ke luar lapangan. Wajahnya pucat. Tapi tetap sadar. Teman-teman menyarankan agar Bayu berhenti saja. Tapi dia berkilah masih kuat. ‘’Gak papa masih bisa kok,’’ ujar Bayu lirih.

Dia cuma minta diambilkan air. Sambil duduk di kursi. Seorang teman ingin membuka sepatunya. Bayu menolak. Ia tetap meyakinkan bisa main lagi. Tak sampai satu menit tiba-tiba tubuhnya kejang. Panik pun melanda seluruh lapangan. Teman-teman mengangkat tubuhnya yang lemah ke mobil ambulan. Tapi nyawa Bayu tidak tertolong. Sampai di UGD RSUD KTT Bayu melalui prosedur CVR. Dadanya di pompa. Di pakaikan oksigen.

Saya yang masih menunggu jemputan di rumah, tiba-tiba ditelepon Payong. Suara Payong begetar. ‘’Bayu lewat Pai, dia jatuh. Kau ada telepon Santi kah Istrinya,’’ ujar Payong panik.

Saya terdiam. Badan saya bergetar. Gak terasa air mata saya menetes. Nyaris tak percaya. Baru semalam dia nonton saya main. Baru siangnya kami makan duduk bersebelahan di rumah Darwis, Ketua Pelti KTT. Seperti mimpi. Tak sanggup rasanya menyaksikan sahabat saya itu meregang nyawa.

Saya memilih tidak ke rumah sakit. Teman-teman mencoba menghubungi saya mengabarkan kabar duka itu. Satu telepon pun tidak saya angkat. Saya diliputi rasa takut yang amat sangat. Saya memilih ke pelabuan, kembali ke Tarakan dengan speed reguler. Tak sanggup rasanya berada satu speed bersama jenazahnya.

Dalam perjalanan kenangan puluhan tahun lalu pun seperti kembali lagi di benak saya. Gambar-gambar kebersamaan kami saat di Peningki mengiringi buliran air mata yang menetes. Sampai speed saya bertambat di SDF. Di dermaga sudah menunggu bobil jenazah.

Saya tersadar. Ternyata Bayu ingin meninggal ditengah teman-teman yang selalu menemaninya di lapangan tenis. Di pertandingan final yang selalu menjadi targetnya. Melawan ganda terkuat yang ingin dikalahkannya.

Bayu kau sudah berada di puncak prestasi mu. Kau bertarung hingga titik darah penghabisan. Saat nafas mu sudah dikerongkongan pun kau tidak mau menyerah. Aku meyakini, kau adalah teman, sahabat dan pemain yang hebat. Selamat jalan Yuyud.

Print Friendly, PDF & Email
Artikel ini telah dibaca 191 kali

blank badge-check

Redaksi

blank blank blank blank
Baca Lainnya

Pancasila Nilai yang Tak Pernah Usang

1 Juni 2024 - 08:10 WITA

blank

Terus Mengabdi Jangan Berhenti

22 Mei 2024 - 19:47 WITA

blank

Urgensi Kebangkitan Desa Pasca Terbitnya UU Desa Nomor 3 Tahun 2024

15 Mei 2024 - 21:06 WITA

blank

Pendidikan dan Original Kebangsaan

2 Mei 2024 - 13:03 WITA

blank

Implikasi Yuridis Perolehan Suara Calon Legislatif Mantan Narapidana Dengan Ancaman 5 Tahun Yang Diketahui Pasca Pemungutan Suara

18 April 2024 - 14:37 WITA

blank

Ramadhan Kareem

14 Maret 2024 - 12:02 WITA

blank
Trending di Opini