Menu

Mode Gelap

Opini · 8 Mar 2025

Ramadhan: Ujian Keikhlasan dan Keteguhan dalam Membangun Kaltara


					Dr. Syamsuddin Arfah, M.Si Anggota DPRD Provinsi Kaltara. Foto: Ist Perbesar

Dr. Syamsuddin Arfah, M.Si Anggota DPRD Provinsi Kaltara. Foto: Ist

Penulis : 

Dr. Syamsuddin Arfah, M.Si
(Anggota DPRD Provinsi Kaltara)

Ramadhan bukan sekadar bulan ibadah, tetapi juga madrasah pembentukan karakter. Salah satu pelajaran terpenting di dalamnya adalah keikhlasan—melakukan kebaikan tanpa berharap balasan dari manusia. Dalam konteks Kalimantan Utara (Kaltara), nilai ini sangat relevan dalam membangun masyarakat yang berdaya saing dan berintegritas.

Ujian Keikhlasan dalam Ramadhan dan Kaltara

Puasa mengajarkan kita untuk tetap berbuat baik meskipun tidak ada yang melihat atau menghargai. Di Kaltara, nilai ini tampak dalam perjuangan guru honorer dan relawan pendidikan di wilayah perbatasan. Mereka mengajar anak-anak suku pedalaman dengan fasilitas minim, sering tanpa gaji yang layak, tetapi tetap bertahan karena menganggap ini sebagai ibadah dan pengabdian.

Kisah ini mengingatkan kita pada Abu Bakar As-Siddiq, yang tetap membantu Mistah bin Utsasah meskipun ia ikut menyebarkan fitnah terhadap putrinya, Aisyah. Allah menegur Abu Bakar dalam QS. An-Nur: 22, meminta agar ia tetap berbuat baik dan berlapang dada.

Mungkin kita pernah melakukan kebaikan kepada seseorang, tetapi kebaikan tersebut disalahartikan atau bahkan dinilai negatif. Ini tentu mengecewakan. Kebenaran dan kebaikan tidak selalu berbanding lurus dengan penerimaan orang lain terhadap kita. Terkadang, hal itu justru membawa ujian berupa kesalahpahaman, ketidakadilan, atau bahkan perlakuan yang menyakitkan. Namun, di sinilah ujian keikhlasan itu hadir—apakah kita tetap teguh dalam kebaikan, atau memilih berhenti karena kecewa?

Dalam dunia politik, sosial, dan kepemimpinan, sering kali kita memberikan kesempatan kepada seseorang, membuka akses, serta membimbing mereka untuk berkembang. Namun, seiring berjalannya waktu, ada yang berubah haluan, lupa akan kontribusi kita, atau bahkan bertindak bertolak belakang. Inilah dinamika kehidupan—kebaikan tidak selalu langsung berbalas dengan kebaikan, dan kejujuran terkadang menghadapi tantangan. Namun, seperti benih yang ditanam, pada akhirnya setiap kebaikan yang kita tabur akan membuahkan hasil.

Mentalitas Pejuang di Bulan Ramadhan

Ramadhan juga menguji kesungguhan dalam ibadah dan kontribusi sosial. Tidak sedikit orang yang menjalankan ibadah hanya sebatas rutinitas tanpa menghadirkan makna yang mendalam. Padahal, Ramadhan adalah bulan tarqiyah ruhiyah (الترقية الروحية), waktu untuk meningkatkan spiritualitas dan kedekatan dengan Allah.

Seorang ulama besar, Imam Malik, pernah menutup majelis ilmunya selama Ramadhan untuk lebih fokus beribadah. Ia memahami bahwa momen ini bukan sekadar menambah amal, tetapi juga memperkuat hubungan dengan Allah. Sementara itu, Umar bin Khattab tetap beribadah dengan khusyuk meskipun sibuk mengurus umat.

Dalam konteks pembangunan daerah, mentalitas kerja keras dan integritas sangat penting. Kaltara memiliki potensi besar dalam sektor maritim dan perdagangan lintas negara, tetapi tanpa karakter yang kuat, pembangunan akan berjalan lambat.

Kisah Inspiratif:
Seorang pengusaha Muslim di Kaltara pernah mengalami kebangkrutan karena bisnisnya difitnah oleh pesaingnya. Namun, alih-alih membalas dengan keburukan, ia tetap bekerja keras dan membangun bisnisnya kembali dengan jujur. Beberapa tahun kemudian, usahanya bangkit dan bahkan menjadi lebih besar dari sebelumnya. Kisah ini mengajarkan bahwa Allah tidak pernah menyia-nyiakan usaha yang dilakukan dengan keikhlasan, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Muhammad: 7:

“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

Ramadhan sebagai Momentum Perubahan

Dalam sejarah Islam, banyak momentum besar terjadi di bulan Ramadhan. Salah satu yang menginspirasi adalah penaklukan Makkah, di mana Rasulullah ï·º memilih untuk tidak membalas keburukan dengan keburukan, tetapi justru memaafkan musuh-musuhnya. Ini adalah puncak dari kepemimpinan berbasis keikhlasan dan kesabaran.

Demikian pula di Kaltara, kita memerlukan mental pejuang dalam membangun daerah. Ramadhan harus menjadi momen refleksi: Apakah kita hanya beribadah untuk diri sendiri, atau juga berkontribusi bagi masyarakat?

Kesimpulan

Ramadhan adalah bulan pembentukan karakter, tempat kita belajar keikhlasan, kesabaran, dan keteguhan dalam kebaikan.

Masyarakat Kaltara membutuhkan lebih banyak individu yang tulus dalam bekerja, jujur dalam kepemimpinan, dan ikhlas dalam berkontribusi. Sama seperti Nabi Yusuf yang tetap teguh meski dikhianati saudara-saudaranya, kita pun harus tetap berjuang meskipun menghadapi tantangan dan ketidakadilan.

Allah tidak melihat seberapa besar apresiasi manusia terhadap kita, tetapi seberapa besar keikhlasan kita dalam beramal.

Inilah pelajaran besar yang diajarkan Ramadhan bagi masyarakat Kaltara.

Allahu a’lamu bis-shawab

Artikel ini telah dibaca 47 kali

badge-check

Writer

Baca Lainnya

Komitmen Penguatan LCT dengan Tiongkok: Langkah Strategis dalam Meningkatkan Hubungan Ekonomi Bilateral

12 September 2025 - 21:54

Aviary Enggang: Ikon Baru Konservasi dan Wisata Tarakan

12 September 2025 - 10:19

Demo Damai, Cermin Kedewasaan Bangsa

2 September 2025 - 10:48

Pleno Tanpa Makna

27 Agustus 2025 - 21:40

Tarakan dan Memori Perang Dunia II: Mengubah Luka Menjadi Pesona

23 Agustus 2025 - 18:15

Kemerdekaan Tanpa Kepalsuan

16 Agustus 2025 - 08:49

Trending di Opini