Oleh: Dr. Syamsuddin Arfah, M.Si (Anggota DPRD Provinsi Kaltara)
“Time is the wisest counselor of all, yet it waits for no one.â€
(Waktu adalah penasihat paling bijak dari semuanya, namun ia tidak menunggu siapa pun.)

Ramadhan telah memasuki penghujungnya. Seperti seorang musafir yang perlahan menjauh, ia meninggalkan kita dengan tanya: sudahkah kita memanfaatkannya dengan sungguh-sungguh? Jika ini Ramadhan terakhir kita, sudahkah kita menjadikannya yang terbaik?



Umar bin Khattab pernah berkata, “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah amalmu sebelum ditimbang.†Betapa banyak dari kita yang menyesal ketika kesempatan telah hilang. Seperti seorang saudagar yang lalai, baru tersadar ketika lembaran-lembaran perdagangannya telah ditutup.
Hari-hari ini adalah detik-detik penentuan. Ada yang mengakhiri Ramadhan dengan kemenangan, ada yang melewatinya tanpa bekas, dan ada pula yang terlambat menyadari betapa berharganya momen ini. Jika malam-malam Lailatul Qadr lebih baik dari seribu bulan, maka mengabaikannya berarti kehilangan lebih dari 83 tahun kebaikan dalam sekali lalai.

Renungkanlah kondisi umat hari ini. Indonesia yang kita cintai sedang diuji dengan berbagai problematika: ketimpangan sosial, degradasi moral, dan krisis kepemimpinan yang berintegritas. Kalimantan Utara, sebagai bagian dari negeri ini, juga menghadapi tantangan besar dalam membangun peradaban yang berbasis nilai-nilai keislaman. Lantas, apa kontribusi kita? Jika Ramadhan adalah madrasah ruhiyah, apakah kita telah menjadi alumni terbaiknya?
Ramadhan bukan tentang siapa yang pertama kali menyambutnya dengan gegap gempita, melainkan siapa yang tetap bertahan dalam keistiqamahan hingga akhir. Betapa banyak yang semangat di awal, namun redup di penghujung. Padahal, pemenang sejati bukanlah mereka yang memulai dengan cepat, tetapi mereka yang mampu bertahan hingga garis akhir.
Kita memohon surga dan berlindung dari neraka, tetapi apakah amal kita mencerminkan keinginan itu? Kita berharap husnul khatimah, tetapi apakah kita menyiapkan diri untuk akhir yang baik? Jangan sampai kita menjadi seperti mereka yang berkata di alam kubur: “Ya Rabb, kembalikan aku ke dunia walau sesaat, agar aku bisa beramal shalih.†Namun, penyesalan itu tidak lagi berguna.
Maka, marilah kita jadikan Ramadhan ini sebagai momentum perubahan. Kita beribadah dengan kesungguhan, bersedekah dengan keikhlasan, dan bermuhasabah dengan ketulusan. Sebab, tidak ada yang menjamin kita akan bertemu Ramadhan berikutnya. Biarlah Ramadhan ini menjadi saksi bahwa kita telah berusaha sebaik-baiknya.
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau mencintai memberi maaf, maka maafkanlah kami.â€
“Ya Allah, jadikanlah umur terbaik kami di akhir usia kami, amal terbaik kami di penghujung hidup kami, dan hari-hari terbaik kami saat kami berjumpa dengan-Mu.â€
Allahu a’lamu bis-shawab.