TARAKAN – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tarakan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tarakan 2021-2041, ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda). Persetujuan ini, diputuskan melalui rapat paripurna anggota DPRD yang dilaksanakan di Kantor DPRD Kota Tarakan, Minggu (25/7/21).
Dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Kota Tarakan Al Razaly dan dihadiri langsung Wali Kota Tarakan dr. Khairul, memutuskan semua Fraksi di DPRD Kota Tarakan menyetujui Raperda tentang RTRW Kota Tarakan ditetapkan menjadi Perda.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda RTRW DPRD Kota Tarakan Dino Andrian mengatakan Raperda tentang RTRW Kota Tarakan 2021-2041 ini, stracing pemerintah pusat tidak boleh keluar dari peraturan perundang-undangan diatasnya yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021.

“Jadi isi dari Perda RTRW yang lama tahun 2012, salah satunya yang menjadi perhatian adalah soal kawasan-kawasan yang masuk dalam kategori hutan Kota yang awalnya sekarang menjadi rimba Kota,” kata Dino Andrian diwawancarai Fokusborneo.com usai rapat paripurna DPRD Kota Tarakan.




Dijelaskan Dino, berdasarkan pembahasan yang dilakukan pansus dan pembahas dari pemerintah Kota, sekitar 900 hektar dikeluarkan dari kawasan rimba kota dan ditetapkan menjadi kawasan perkebunan rakyat serta pemukiman.
“Kenapa itu kita keluarkan, karena memang dikawasan tersebut secara legalitas lahannya milik masyarakat. Sehingga masyarakat merasa kesulitan ketika ingin memberikan sertifikasi diatas lahan tersebut, makanya di Raperda tentang RTRW ini kita keluarkan semuanya,” ujar politisi Partai Hanura.

Dikatakan Dino, 900 hektar lahan yang dikeluarkan dari kawasan rimba kota, salah satunya diwilayah Kelurahan Mamburungan di RT 1 dan 3, di Kelurahan Pantai Amal serta beberapa wilayah Keluarahan lainnya.
“Di Kelurahan Pantai Amal daerah BBU dan kawasan Bunda Maria dikeluarkan juga dari kawasan rimba kota. Selanjutnya disekitaran kawasan hutan sawah lunto sebagian dikeluarkan juga yang memang secara legalitas milik masyarakat itu yang menjadi konsen teman-teman yang ada di pansus DPRD,” jelas pria yang menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Partai Hanura Kota Tarakan.

Ditambahkan Dino, jika melihat di Perda RTRW tahun 2012, lahan yang secara legalitas milik masyarakat masuk dalam kawasan ruang terbuka hijau atau hutan kota. Sehingga masyarakat ingin memberikan sertifikasi pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), tidak bisa menindaklanjuti makanya wilayah tersebut dikeluarkan dari kawasan rimba kota.
“Saya mengapresiasi kerja-kerja teman-teman di pansus begitu juga teman-teman pembahas di pemerintah Kota yang mengawal ini semua hingga disetujui,” beber pria yang menjabat sebagai Sekretaris Komisi I DPRD Kota Tarakan.
Dino berharap Perda tentang RTRW Kota Tarakan 2021-2041 ini memberikan ruang atau keseimbangan bagi sinergitas antara visi pembangunan kota Tarakan dengan kawasan atau ruang yang sudah ditetapkan. Selain potensi konflik agraria bisa diminimalisir.
“Kita juga berharap ketika Perda RTRW sudah diselesaikan, potensi-potensi konflik agraria itu yang melibatkan masyarakat dengan beberapa instansi pemerintah daerah maupun vertikal bisa diminimalisir. Contohnya hutan kota selama ini menjadi polemik antara masyarakat dengan pemerintah kita sudah keluarkan mudah-mudahan sudah tidak ada lagi,” tutup Dino Andrian.(Mt)