JAKARTA – Komite III DPD RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Kepala sekolah SMA Plus PGRI Cibinong, Basyarudin Thayib dan Dosen Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Kasiyarno. RDPU yang diadakan secara virtual melalui aplikasi zoom, membahas mengenai Inventarisasi Materi Pengawasan atas Pelaksanaan UU Nomor 14 Tahun 2005, khususnya berkenaan dengan kebijakan, pelaksanaan, dan hasil belajar pembelajaran di era pandemi.
Rapat tersebut, dihadiri pimpinan Komite III DPD RI, Anggota Komite III DPD RI, Kepala Sekolah SMA Plus PGRI Cibinong dan Akademisi Pascasarjana Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Senin (30/8/21).
Sesuai amanat UU Nomor 14 Tahun 2005, guru sebagai tenaga profesional mengemban misi meningkatkan mutu pembelajaran. Misi ini tidak mudah diwujudkan ditengah situasi pandemi Covid-19 dimana belajar-mengajar dilakukan secara daring.
Juni 2021 angka positif covid-19 di beberapa daerah naik. Sekolah yang siap membuka sekolah pada Juli 2021, kembali melaksanakan PJJ. Pembukaan sekolah dibatalkan oleh beberapa daerah dan sekolah. Pertimbangannya, kesehatan anak tidak bisa dijadikan kelinci percobaan.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komite III, Hasan Basri yang juga sebagai pimpinan PURT asal Kalimantan Utara menyampaikan dalam forum RDPU, bahwa pembelajaran daring selama pandemi dinilai tidak efektif. HB menilai, konsep pembelajaran jarak jauh masih sulit untuk diterapkan saat ini. Faktor sumber daya manusia maupun teknologi dinilai belum mendukung penerapan pembelajaran jarak jauh.
“Kami menilai, mekanisme pembelajaran jarak jauh tidak efektif. Efektivitas pembelajaran daring dipengaruhi oleh ketersediaan internet dan literasi digital guru dan siswa. Banyak wilayah dan sekolah yang tidak ada fasilitas internet apalagi di daerah perbatasan,†ujar Senator dari Kaltara.
Berdasarkan SKB Tahun 2020, sekolah bisa dibuka secara terbatas. Terbatas wilayah, waktu, jumlah, dan materi. Hanya wilayah dengan status zona hijau dan orange yang boleh membuka sekolah.
Menyikapi hal tersebut, Hasan Basri meminta kepada pemerintah untuk melakukan pemantauan terhadap zona wilayah merah atau kuning untuk melaksanakan PJJ. HB pun memberikan usulan, jika diberlakukan secara luring waktu belajar di sekolah cukup dengan waktu tertentu.
“sebaiknya, waktu belajar di sekolah cukup dengan waktu tertentu. Jumlah siswa yang datang ke sekolah pun dibatasi 50 persen saja. Hal ini tentatif sesuai kondisi ruang kelas dan jumlah siswa sekolah masing-masing. Hal ini untuk menghindari kerumunan atau tetap bisa menjaga jarak warga sekolah,†kata HB.
Lebih lanjut Hasan Basri menjelaskan, saat Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas, siswa juga belajar secara daring, atau pembelajaran bauran. Pembelajaran bauran menjadi pilihan rasional untuk mengatasi turunnya hasil belajar.
“Pembelajaran tatap muka terbatas diperlukan untuk mengatasi kebosanan siswa dan kesulitan orang tua mendampingi anak belajar dari rumah. Pendidikan karakter juga lebih efektif dilakukan secara tatap muka. Guru lebih siap dibanding orang tua dalam hal pembelajaran dan pendidikan karakter,†tutup alumni Magister Hukum Universitas Borneo.(**)















Discussion about this post