TARAKAN – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyebut Pemilihan Umum (Pemilu) legeslatif 2024 rawan terjadi sengketa. Sengketa tersebut, biasanya terjadi setelah penetapan partai politik (Parpol) peserta pemilu.
Hal tersebut disampaikan Ketua Bawaslu Kota Tarakan Zulfauzy Hasly saat acara bincang-bincang Bawaslu dengan jurnalis di Kedai Bean Laden Kota Tarakan, Kamis (7/7/22).
Menurutnya, potensi sengketa sering terjadi setelah ada penetapan parpol peserta pemilu. Hal itu biasa terjadi jika parpol yang merasa layak jadi peserta pemilu tetapi sama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinyatakan tidak memenuhi syarat.
“Itu potensi sengketa paling pertama terjadi setelah penetapan parpol peserta pemilu. Sengketa itu biasa terkait kegandaan anggota, syarat-syarat kepesertaan, status bacaleg (bakal calon legeslatif) nya mantan napi dan lain sebagainya,” kata Zulfauzy.
Sengketa ini, dijelaskan Zulfauzy sering dilaporkan parpol peserta pemilu ke pada Bawaslu. Pelanggaran parpol peserta pemilu, baru bisa diproses Bawaslu setelah ada penetapan peserta pemilu dari KPU.
“Biasanya kalau sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu, baru banyak pelanggaran berkaca pada pemilu sebelumnya. Contoh bacaleg mantan napi, tidak diloloskan KPU karena dia baru bebas atau apa tapi parpol merasa sudah bisa jadi bacaleg, itu sering disengketakan,” jelas Zulfauzy.
Dikatakan Zulfauzy, parpol menjadi peserta pemilu sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), hanya 75 hari dihitung sesuai masa kampanye. Setelah itu, pemungutan suara.
“Penanganan sengketa juga lebih lama dibandingkan di pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). Biasanya jadi sengketa itu pada saat pendaftaran parpol, pendaftaran calon DPD RI dan pencalonan DPR RI, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota,” pungkas Zulfauzy.(Mt)