TARAKAN – Tantangan yang bakal dihadapi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Tarakan pada pemilu 2024, soal batasan usia petugas pengawas. Selain ini, minimnya jumlah pengawas juga membuat pengawasan tidak bisa maksimal.
Hal tersebut, disampaikan Anggota Bawaslu Kota Tarakan Jufrie pada acara Bincang Bawaslu dengan Jurnalis di Kedai Bean Laden Kota Tarakan, Kamis (7/7/22). Menurutnya, tantangan terberat Bawaslu dari segi pengawasan saat rekrutmen petugas pengawas.
“Itu tantangan terberat pada saat perekrutan petugas pengawas di TPS. Pertama batas usai jadi umur harus 25 tahun, berkaca pada Pilgub 2020 lalu itu sangat kesulitan jadi walaupun dapat tapi minim cadangan,” kata Jufrie.
Kedua, dijelaskan Jufrie kurangnya minat masyarakat untuk menjadi petugas pengawas. Ini lantaran nilai honor yang diterima sebagai petugas pengawas kecil.
“Honor itu kalau diakumulasikan sebenarnya sebanding. Mungkin sosialisasi kepada masyarakat minim dan perlu lagi ditingkatkan,” beber Jufrie.
Tantangan lainnya, ditambahkan Jufrie soal anggaran. Minimnya jumlah anggaran membuat pembekalan kepada petugas pengawas tidak maksimal.
“Kita juga terkendala di penganggaran, sehingga pembekalan yang harusnya dilaksanakan lebih dari 1 kali terpaksa diadakannya menjadi 1 kali. Padahal materinya berbeda-beda dan pengawasan harus paham itu dari sisi SDM,” jelas Jufrie.

Anggota Bawaslu Kota Tarakan Dian Antarja menambahkan minimnya jumlah pengawas dilapangan, jadi tantangan tersendiri. Bawaslu hanya menyiapkan 1 orang petugas pengawas TPS, sedangkan yang diawasi dari KPU ada 7 orang.
“Jelas dari SDM tidak sebanding antara yang diawasi dengan diawasi. Belum lagi adanya irisan penyelenggara pemilu antara Pileg dan Pilkada,” ujar Dian.
Ketua Bawaslu Kota Tarakan Zulfauzy Hasly juga membeberkan tantangan politik uang. Berkaca pada pemilu 2019, politik uang ini ada kesulitan jika tidak ada partisipasi masyarakat.
“Kami sempat menangani di Pilgub 2020 itu ada 17 dugaan, 5 diantaranya money politik tapi hanya 1 bisa diproses lanjut dan sisanya mentok di tahapan kedua,” ucap Zulfauzy.
Diterangkan Zulfauzy, politik uang masih menjadi kasus terbanyak di Kota Tarakan, tetapi yang ditangangi prosentasenya hanya 20 persen. Makanya peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam hal pengawasan.
“Karena kerangka hukum yang digunakan pada pemilu 2024 masih sama dengan 2019. Waktunya penanganan juga terbatas dan money politik ini pendekatannya pidana enggak bisa administrasi yang gol nya pembatalan calon,” tutup Zulfauzy.(Mt)
Discussion about this post