TANJUNG SELOR, Fokusborneo.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Utara bersama dengan instansi terkait menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat (RDP), Selasa (19/8/25).
Rapat ini bertujuan mencari solusi atas polemik izin masuknya truk tangki BBM ke Pelabuhan Tengkayu I, Kota Tarakan, yang telah berlangsung lama.




RDP yang dipimpin Ketua Komisi III DPRD Kaltara, Jufri Budiman, S.Pd., melibatkan Dinas Perhubungan, Pertamina, dan perwakilan dari Persatuan Pengusaha Pelayaran Rakyat (Pelra).








Dalam rapat tersebut, Dinas Perhubungan menegaskan status Pelabuhan Tengkayu I sebagai pelabuhan publik yang tidak memenuhi standar keselamatan untuk kegiatan bongkar muat BBM.









“Secara aturan dan keselamatan, Pelabuhan Tengkayu I tidak diperuntukkan untuk aktivitas bongkar muat bahan bakar,” ujar perwakilan Dinas Perhubungan dalam rapat.
Pernyataan ini didukung Pertamina, yang menjelaskan tanggung jawab distribusi mereka hanya sampai ke depot. Sementara wewenang bongkar muat berada di tangan Dinas Perhubungan dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).


Meski adanya penolakan dari aspek keselamatan, DPRD dan pemerintah daerah sepakat bahwa kelancaran distribusi BBM bagi pelayaran rakyat harus tetap dijamin.
Hal ini mengingat banyaknya nelayan dan pengusaha transportasi laut yang bergantung pada ketersediaan bahan bakar di pelabuhan tersebut.
“Kita harus mencari jalan tengah. Di satu sisi kita harus menegakkan aturan keselamatan, di sisi lain kita tidak bisa membiarkan perekonomian rakyat terhambat,” kata Ketua Komisi III Jufri Budiman.
Sebagai solusi sementara, rapat menyepakati pemberian izin terbatas kepada Pelra untuk melakukan pengisian BBM. Aktivitas ini akan diatur dengan penjadwalan khusus, serta diawasi secara ketat dengan SOP yang jelas untuk meminimalisasi risiko.
Rapat ini tidak hanya fokus pada solusi jangka pendek, tetapi juga mendorong pembangunan infrastruktur yang lebih aman dan permanen.
Seluruh pihak yang hadir sepakat untuk mengupayakan pembangunan pelabuhan khusus BBM atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) maritim.
”Izin terbatas ini adalah langkah darurat, tetapi tujuan utama kita adalah memiliki fasilitas yang memadai dan aman. Pembangunan SPBN atau pelabuhan khusus menjadi prioritas kita ke depan,” tambah Jufri Budiman.
Dengan adanya fasilitas terpisah, diharapkan distribusi BBM dapat berjalan lebih aman dan tidak lagi mengganggu aktivitas penumpang di pelabuhan publik.
Keputusan ini menjadi langkah maju dalam menata kembali sistem distribusi bahan bakar di Tarakan demi kepentingan publik dan keselamatan bersama.(Mt)