TANJUNG SELOR, Fokusborneo.com – Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) dan Aliansi Masyarakat Adat Asli Kalimantan Utara (AMAKU), menghasilkan keputusan penting, Senin (25/8/25).
AMAKU secara tegas menolak program transmigrasi di Desa Salimbatu/SP 10 Tanjung Buka, Bulungan.
Dalam pertemuan yang dipimpin langsung Ketua DPRD Kaltara, H. Achmad Djufrie, SE., MM, perwakilan AMAKU menyampaikan keberatan mereka dengan lugas.



“Tanah adat bukan sekadar lahan ekonomi, tetapi bagian dari identitas budaya dan kehidupan masyarakat adat. Kami tidak menolak kedatangan suku lain, namun kami menuntut keadilan sosial,” tegas perwakilan AMAKU dalam forum tersebut.





Meskipun Pemerintah Kabupaten Bulungan berdalih program ini sudah direncanakan sejak 2019 dan pesertanya sebagian besar warga lokal, AMAKU tetap pada pendiriannya.




Mereka mendesak pemerintah, agar fokus pada pemberdayaan masyarakat adat sebagai prioritas utama.


“Kebijakan yang tidak adil hanya akan menambah kecemburuan sosial dan memperparah marginalisasi masyarakat adat di tanah sendiri,” tambah perwakilan AMAKU.



Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua DPRD Kaltara, H. Achmad Djufrie, berkomitmen untuk mengawal tuntutan masyarakat adat.


“Hasil rapat ini akan menjadi bahan tindak lanjut dalam penyusunan kebijakan di tingkat provinsi maupun kabupaten,” ujarnya.


Rapat ini diakhiri dengan kesepakatan bahwa DPRD akan mengawal aspirasi AMAKU dan menjadikan hasil RDP sebagai pertimbangan utama untuk tindak lanjut kebijakan.


Sementara itu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kaltara menyatakan siap mendukung pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk menindaklanjuti polemik ini.(**)