TANJUNG SELOR, Fokusborneo.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Kaltara menggelar rapat dengar pendapat, Selasa (2/9/25).
Pertemuan ini berfokus pada pembahasan program prioritas untuk memastikan pemenuhan hak-hak perempuan dan anak setelah perceraian.
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Kaltara, H. Muhammad Nasir, ini dihadiri jajaran Komisi I dan IV DPRD, Ketua PTA Bambang Supriyanto, serta perwakilan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan KB (DP3AP2KB) serta Biro Hukum Setda Provinsi Kaltara.

Ketua PTA Kaltara, Bambang Supriyanto, menyoroti permasalahan klasik terkait mantan suami yang tidak memenuhi kewajiban nafkah, meskipun sudah ada putusan pengadilan. Ia mengusulkan adanya perjanjian kerja sama (MoU) dengan DPRD dan pemerintah daerah.
“Banyak kasus nafkah iddah, mut’ah, hingga biaya anak tidak dibayarkan. Dengan MoU, nafkah bisa dipotong langsung dari bendahara, khususnya bagi PNS,” jelasnya.

Selain itu, isu dispensasi nikah dan pernikahan dini juga menjadi perhatian. PTA Kaltara menekankan pentingnya pendampingan psikologis bagi anak yang menikah muda, serta penguatan program isbat nikah dan sidang terpadu agar masyarakat memiliki dokumen hukum yang sah.
Anggota Komisi I DPRD Kaltara, Ladullah, menegaskan perlunya regulasi yang jelas untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak.
“Kami mendorong adanya pengawasan, advokasi, serta dukungan anggaran yang memadai,” katanya.
Anggota Komisi IV, Vamelia, juga menyampaikan keluhan masyarakat mengenai mantan suami yang tidak menjalankan kewajiban nafkah. Ia mendukung penuh skema pemotongan gaji langsung dan menekankan pentingnya perlindungan psikologis bagi anak-anak yang menjadi korban perceraian.
Di sisi lain, perwakilan dari DP3AP2KB, Burhanuddin, mengingatkan Perda Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak sudah ada, namun implementasinya masih lemah. Ia mendorong penguatan kelembagaan dan peran aktif Forum Anak Daerah.
Perwakilan Biro Hukum Setda Kaltara menambahkan Perda tersebut masih bersifat umum. Oleh karena itu, revisi Perda dinilai perlu agar payung hukumnya lebih spesifik.
Menanggapi berbagai masukan, Wakil Ketua DPRD, H. Muhammad Nasir, menekankan pentingnya koordinasi lintas lembaga untuk menghindari tumpang tindih regulasi.
“Isu perlindungan perempuan dan anak pasca perceraian harus mendapat perhatian khusus. DPRD siap mengawal aspirasi ini,” tegasnya.
Rapat ini menghasilkan beberapa rekomendasi penting, termasuk pembahasan lebih lanjut mengenai draf MoU, rencana revisi Perda, serta koordinasi teknis antara DPRD, Pemerintah Provinsi, dan Pengadilan Tinggi Agama.(**)