TARAKAN, Fokusborneo.com – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penguatan kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi sorotan utama dalam sebuah diskusi strategis di Tarakan.
Rektor Universitas Borneo Tarakan (UBT), Prof. Dr. Yahya Ahmad Zein, menekankan putusan tersebut harus dipahami sebagai upaya untuk menciptakan sistem pemilu yang lebih berkeadilan, bukan sekadar penambahan wewenang.
Hal ini disampaikan Prof. Yahya dalam kegiatan “Penguatan Kelembagaan Proyeksi Strategis Pengawasan dalam Menghadapi Pemilu Nasional dan Lokal” yang diselenggarakan oleh Bawaslu Kota Tarakan di Hotel Duta, Rabu (17/9/25).
Dalam paparannya, Prof. Yahya menjelaskan makna filosofis dari pengawasan. Menurutnya, pengawasan bertujuan untuk menyeimbangkan dan menciptakan keteraturan yang berujung pada keadilan. Namun, ia juga mengingatkan bahwa pengawasan yang berlebihan justru dapat memunculkan manipulasi.
Prof. Yahya menggarisbawahi perubahan signifikan pasca-putusan MK nomor 135 yang memperluas kewenangan Bawaslu.
“Selama ini, Bawaslu hanya fokus pada pengawasan administratif, atau sekadar proses. Namun, putusan ini menuntut Bawaslu untuk bergerak ke pengawasan yang lebih substantif,” jelasnya.
Pengawasan substantif, menurutnya, adalah inti dari keadilan pemilu. Ia mengutip filosofis Aristoteles yang pernah mengatakan bahwa penguasa yang tidak diawasi cenderung keluar dari koridor normal.
Dalam konteks pemilu, kehadiran Bawaslu sebagai “mata ketiga” menjadi krusial untuk memastikan seluruh tahapan pemilu berjalan adil.
Prof. Yahya merinci empat poin penting dari putusan MK yang perlu diperhatikan Bawaslu diiantaranya, pertama penguatan kewenangan untuk pemilu berkeadilan.
“Ini tujuan utama penguatan ini adalah untuk mewujudkan pemilu yang jujur dan adil,” ungkapnya.
Kedua, tengang perluasan objek pengawasan. Kewenangan Bawaslu tidak lagi terbatas pada tahap kampanye, tetapi mencakup seluruh tahapan pemilu, mulai dari pencalonan hingga rekapitulasi.
Ketiga, kontrol terhadap KPU. Menurutnya, putusan ini menempatkan Bawaslu sebagai kontrol terhadap keputusan-keputusan KPU.
“Kita semua berharap ke depannya, setiap keputusan KPU dapat diuji Bawaslu untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas,” bebernya.
Poin keempat, menjaga hak konstitusional warga negara. Prinsip dasar dari seluruh kewenangan baru Bawaslu adalah menjaga hak konstitusional warga negara untuk memperoleh pemilu yang jujur dan adil.
Prof. Yahya menekankan penguatan kewenangan ini harus diatur dengan cermat, agar tidak menjadi kontrol yang berlebihan yang justru dapat menghambat pelaksanaan pemilu itu sendiri.
“Pengaturan norma harus betul-betul memberikan keseimbangan, karena prinsip dasar pengawasan adalah terciptanya keseimbangan dalam sistem pemilu,” pungkasnya.(**)















Discussion about this post