TARAKAN, Fokusborneo.com – Kebutuhan daging sapi di Kota Tarakan yang terus meningkat setiap tahun menjadi sorotan utama bagi DPRD Kota Tarakan.
Hal itu, disampaikan Komisi 2 DPRD Kota Tarakan melakukan kunjungan kerja ke Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Kamis (18/9/25), untuk membahas pengembangan peternakan sapi lokal.
Anggota Komisi 2 DPRD Tarakan, Abdul Kadir, menyampaikan DPRD siap mendukung penuh upaya pemerintah daerah dalam memprioritaskan program ini.
“Kami melihat kebutuhan konsumsi daging sapi di Tarakan terus meningkat. Oleh karena itu, DPRD siap berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk menjadikan pengembangan peternakan sapi sebagai program prioritas,” ujar Abdul Kadir.
Dukungan ini dianggap penting tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Tarakan, tetapi juga sebagai bagian dari program ketahanan pangan nasional.
“Kami juga akan menyampaikan kepada pengambil kebijakan untuk fokus pada program-program pengembangan, seperti inseminasi buatan,” tambahnya.
Politisi PAN itu menekankan pentingnya membentuk kelompok peternak atau kelompok tani ternak agar program ini bisa berjalan lebih terstruktur dan efisien.
“Program ini dulu sudah ada, tinggal bagaimana kita laksanakan dan dukung, baik secara moral maupun anggaran,” tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, dokter hewan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Tarakan, drh. Richard, membenarkan adanya tantangan dalam pengembangan peternakan sapi di Tarakan.
Richard mengungkapkan program penambahan populasi sapi dari pemerintah pusat saat ini sudah tidak ada.
“Dulu kita didukung oleh Kementerian Pertanian, tapi sekarang programnya hilang. Kami hanya bisa mengandalkan bantuan dari provinsi, yang juga terbatas,” jelasnya.
Menurut data dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Tarakan ditargetkan memiliki 5.000 ekor sapi potong. Namun, data terkini menunjukkan populasi sapi di Tarakan baru mencapai 2.095 ekor, artinya masih ada kekurangan yang signifikan.
”Kami sudah merespon ide ini dan mengusulkan program peternakan sapi betina produktif. Namun, ia juga menyoroti beberapa kendala teknis dan budaya beternak yang berbeda di Tarakan dibandingkan daerah lain seperti Jawa,” ujarnya.
Ia menambahkan budaya beternak di Tarakan masih sangat rendah. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para penyuluh lapangan (PPL) dalam memberikan edukasi kepada peternak.
Richard juga berharap pemerintah dapat mengalokasikan anggaran untuk mendukung program-program tersebut, termasuk pengadaan bibit sapi yang tepat sasaran.
“Bantuan harus diberikan kepada orang yang memang sudah memiliki pengalaman beternak, bukan kepada mereka yang tidak memiliki pengetahuan,” tegas Richard.
Selain itu, kendala lain yang dihadapi peternak di Tarakan adalah masalah pakan dan cuaca ekstrem. Harga pakan komersial yang mahal membuat peternak lokal kesulitan, ditambah lagi dengan cuaca yang sering tidak menentu.
“Peternak di sini hanya menganggap ternak sebagai tabungan tambahan, bukan pekerjaan utama,” jelas Richard.
Richard melihat potensi besar untuk pengembangan peternakan sapi di Tarakan. Ia juga menyebutkan adanya peluang kerja sama antara Pemerintah Provinsi Gorontalo dengan Tarakan untuk pengadaan sapi.
“Kami berharap ada dukungan dari Komisi 2 untuk memprioritaskan ini selama dua tahun ke depan. Jika ada usulan anggaran, itu akan sangat membantu peternak,” tutupnya.
Sementara itu, pertemuan ini menjadi langkah awal yang penting untuk menjembatani kolaborasi antara legislatif dan eksekutif dalam mewujudkan ketahanan pangan melalui pengembangan peternakan sapi lokal di Kota Tarakan.(**)
Discussion about this post