TARAKAN, Fokusborneo.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), Supa’ad Hadianto, melaksanakan Reses Masa Sidang I Tahun 2025 dengan mengadakan dialog terbuka bersama para pengemudi ojek online (ojol) di Pondles, Kampung Bugis, Tarakan, Jumat malam (26/9/25).
Pertemuan istimewa ini, disebut Supa’ad sebagai reses perdana dengan kehadiran penuh ojol, turut menghadirkan perwakilan dari Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Kaltara dan BPJS Ketenagakerjaan untuk mendengarkan langsung segala keluhan dan persoalan yang membelit para driver di lapangan.
Dalam sambutannya, Supa’ad memberikan apresiasi tinggi kepada para ojol, yang ia sebut sebagai “pejuang keluarga.”
“Memberikan nafkah kepada keluarga adalah bagian dari jihad. Jihad bukan hanya dimaknai berperang, tetapi juga ikhtiar untuk menghidupi keluarga,” ujarnya.
Ia mengungkapkan kebanggaannya karena reses kali ini berbeda dari biasanya. “Saya rasa belum pernah ada anggota DPRD, baik kota maupun provinsi, yang resesnya dihadiri penuh oleh ojek online. Ini suatu kebanggaan bagi saya,” tambahnya.
Dalam forum tersebut, para driver ojol secara blak-blakan menyampaikan sejumlah persoalan yang menjadi beban mereka.
Para ojol mengeluhkan besarnya potongan biaya layanan dari aplikator yang dinilai sangat memberatkan.
Salah satu driver mencontohkan, dari ongkos perjalanan Rp15 ribu, driver hanya menerima Rp9.600, yang berarti terpotong sebesar 36 persen.
“Kami minta Dishub hadir untuk mengatur ini. Di Kaltim sudah ada aturan turunan yang membatasi, sementara di Kaltara belum,” ungkap seorang perwakilan.
Para ojol juga menyoroti rumitnya proses klaim kecelakaan. Mereka meminta kepastian perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan dan Jasa Raharja, dan berharap proses klaim bisa lebih sederhana.
“Kami berharap cukup BPJS yang menanggung langsung. Jangan sampai ada tumpang tindih dengan Jasa Raharja,” tambah
Hal ini, merujuk pada persyaratan administratif yang dinilai memberatkan korban.
Persoalan lain adalah pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Tarakan. Para driver mengeluhkan kewajiban membayar biaya tambahan Rp50 ribu untuk sertifikat pelatihan meski tanpa tes ulang, yang dinilai berbeda dengan proses yang lebih sederhana di Bulungan.
Mereka juga mendesak agar pemerintah provinsi memanggil pihak aplikator untuk membuka kantor perwakilan di Tarakan.
“Kami ini penyumbang pajak juga, jadi wajar kalau minta perhatian pemerintah,” tegas perwakilan ojol.
Perwakilan BPJS Ketenagakerjaan, Fatur, menjelaskan sebagian besar driver ojol memang tidak terdaftar sebagai peserta karena sistem yang ada mensyaratkan adanya pemberi kerja.
“Seharusnya platform aplikasi seperti Gojek, Grab, atau Maxim ikut bertanggung jawab mendaftarkan mitra agar terlindungi,” jelasnya.
Sementara itu, pihak Dishub Provinsi Kaltara menyatakan akan menyampaikan seluruh aspirasi yang disampaikan ojol kepada Gubernur Kaltara untuk ditindaklanjuti.
Menanggapi berbagai keluhan tersebut, Supa’ad Hadianto menegaskan komitmennya untuk mengawal aspirasi melalui fungsi dan kewenangan DPRD, yakni penganggaran, legislasi, dan pengawasan.
“Regulasi terkait ojol banyak ditentukan pemerintah pusat. Tugas kami di provinsi adalah mengawal agar sampai ke kementerian terkait,” jelas Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Kaltara itu.
Untuk mempermudah tindak lanjut, Supa’ad meminta perwakilan ojol membuat surat resmi yang berisi poin-poin keluhan dan aturan yang memberatkan.
“Hal ini agar jelas siapa yang mengawal dan memudahkan kami menyampaikan aspirasi tersebut,” pungkasnya.
Reses ini telah menjadi ruang dialog terbuka yang penting antara pengemudi ojol dan pemerintah daerah. Para driver kini menaruh harapan besar agar aspirasi mereka segera ditindaklanjuti demi memperkuat perlindungan pekerja transportasi online di Kaltara.(**)
Discussion about this post