TARAKAN, Fokusborneo.com – Persoalan sengketa lahan dan dampak lingkungan akibat aktivitas PT Phoniex Resources Internasional (PRI) di kawasan Juata Permai, Tarakan, terus mendapat perhatian serius dari DPRD Kota Tarakan.
Wakil Ketua II DPRD Tarakan, Edi Patanan, menegaskan lembaganya terus memantau perkembangan di lapangan setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 28 Agustus 2025 lalu belum menghasilkan penyelesaian konkret.
Menurut Edi, kunjungan lapangan yang digelar DPRD bersama unsur Forkopimda dan perwakilan instansi teknis, Rabu (29/10/25), bertujuan menindaklanjuti keluhan warga yang merasa terdampak aktivitas penimbunan dan pembuangan limbah perusahaan. Dari hasil peninjauan, pihaknya menemukan sejumlah catatan penting yang harus segera ditindaklanjuti baik oleh pemerintah maupun pihak perusahaan.
“Jadi kunjungan lapangan ini untuk melihat langsung kondisi di lapangan setelah masyarakat menyampaikan keluhan lahan pertanian mereka yang terdampak aktivitas perusahaan. Dari hasil pantauan, memang ada beberapa persoalan yang perlu mendapat perhatian,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, tim menemukan adanya penyempitan saluran air, penutupan parit di beberapa titik, serta sisa material dan patok yang tertancap di badan sungai. Kondisi ini, kata Edi, menyebabkan aliran air tidak lancar dari hulu ke hilir dan berpotensi memperparah genangan di kawasan pertanian milik warga.
“Air ini tidak bisa mengalir lancar sampai ke laut karena ada beberapa titik yang tertutup dan menyempit. Akibatnya lahan warga tergenang, tanaman mereka banyak yang mati. Hal-hal seperti ini yang kita soroti karena berdampak langsung ke masyarakat,” jelasnya.
Edi menambahkan, setelah peninjauan lapangan, DPRD bersama pihak perusahaan dan perwakilan warga melanjutkan dengan rapat gabungan untuk mencari solusi terbaik. Namun, pembahasan tersebut belum menghasilkan kesepakatan bersama karena kedua pihak masih bertahan pada pendirian masing-masing.
“Pertemuan kali ini masih buntu. Masyarakat tetap berpegang pada harga lahan yang sudah disepakati sebelumnya, yaitu Rp500 ribu per meter, sementara pihak perusahaan berpendapat bahwa penentuan harga sebaiknya melalui tim appraisal. Kami hanya berusaha memfasilitasi agar ada titik temu,” ujarnya.
Edi menegaskan DPRD tidak berpihak kepada salah satu pihak, namun berkomitmen memastikan hak-hak masyarakat terlindungi tanpa menghambat iklim investasi di daerah. Ia menilai, persoalan seperti ini seharusnya dapat diselesaikan melalui komunikasi terbuka dan transparan antara perusahaan dan warga terdampak.
“Kita semua ingin suasana tetap kondusif. DPRD berharap kedua belah pihak bisa membuka ruang dialog lagi sebelum batas waktu yang ditetapkan warga berakhir pada 31 Oktober nanti. Jangan sampai persoalan ini menimbulkan gesekan di lapangan,” tegasnya.
Selain persoalan harga lahan, DPRD juga menyoroti aspek lingkungan dan tata kelola limbah perusahaan. Ia meminta pemerintah kota melalui instansi teknis seperti Dinas Lingkungan Hidup segera melakukan pengecekan ulang terhadap sistem pengelolaan limbah PT PRI dan memastikan tidak ada kebocoran maupun pencemaran yang merugikan warga sekitar.
“Normalisasi drainase dan pengawasan terhadap aliran limbah harus segera dilakukan. Kita ingin memastikan tidak ada dampak lingkungan yang membahayakan masyarakat di sekitar area operasional,” tambah Edi.
Dalam kesempatan itu, DPRD juga memberikan beberapa catatan kepada warga untuk memperkuat posisi mereka secara administrasi. Salah satunya adalah agar warga terdampak segera melengkapi surat keterangan kepemilikan lahan dan kesepakatan bersama atas harga yang ditawarkan, sebagai dasar bagi pemerintah dalam mengambil langkah penyelesaian.
“Kami minta warga juga membuat daftar resmi siapa saja pemilik lahan yang terdampak dan apakah semuanya sepakat dengan harga yang ditetapkan. Ini penting supaya data yang kita pegang di DPRD bisa menjadi dasar ketika pemerintah ikut turun tangan,” jelasnya.
Edi menegaskan, pihaknya akan terus memantau perkembangan hingga batas waktu yang telah disepakati bersama. Ia berharap sebelum tanggal 31 Oktober 2025, ada kesepakatan yang bisa diterima kedua pihak agar tidak menimbulkan aksi penutupan jalan maupun potensi konflik sosial di lapangan.
“Dua hari ke depan ini krusial. Kami tetap berharap ada itikad baik dari kedua belah pihak. Pemerintah dan DPRD siap memfasilitasi kembali jika dibutuhkan pertemuan lanjutan. Intinya, semua pihak harus sama-sama menjaga agar investasi tetap berjalan, tapi hak warga juga tidak terabaikan,” tutupnya.(Mt)















Discussion about this post