BULUNGAN, Fokusborneo.com – Setelah Malinau, Deddy Sitorus dan Rocky Gerung bergeser ke Tanjung Selor. Di Ibu Kota Kaltara itu, sosialisasi bersama Bawaslu sudah menunggu. Serunya, mereka berdua malah mengkritik sistem Pemilu di Indonesia.
Deddy Sitorus yang juga Anggota Komisi 2 itu menyatakan, hanya Indonesia pengawas pemilu dilakukan oleh lembaga permanen.
“Di negara lain, sistem pengawas pemilu itu ad hoc. Lembaga itu hanya mengawasi saat pemilu. Setelah itu bubar,” tegas Deddy.
Ketua DPP PDI Perjuangan itu bercerita soal keterlibatannya dalam pengawasan pemilu di awal reformasi. Saat itu, pemilu Indonesia diawasi oleh Komite Independen Pengawas Pemilu (KIPP). Komite ini lembaga sementara.
“KIPP diisi tokoh-tokoh kredibel. Mereka benar-benar independen,” jelasnya.
Deddy mengkritik sistem pengawasan pemilu saat ini. Menurutnya, Pemilu tahun 2024 merupakan yang paling brutal.
“Apa fungsinya Bawaslu? Disaat money politic merajalela. Independensi Bawaslu dipertanyakan. Intervensi lembaga lain pun begitu kuat terhadap Bawaslu,” kata Deddy.
Setali tiga uang, Rocky Gerung juga mengkritik Bawaslu. Menurutnya, jika tidak ada kecurangan dalam pemilu dan Bawaslu berperan maksimal tidak perlu ada kotak suara besi dan bergembok.
“Kalau semua pihak percaya terhadap proses pemilu, harusnya kertas suara setelah dicoblos cukup dimasukan kedalam tas pelastik. Kalau diletakkan dalam kotak suara bergembok berarti kita khawatir akan ada kecurangan,” papar filsuf ini gamblang.
Deddy Sitorus dan Rocky Gerung memang dua tokoh yang selama ini dikenal kerap mengkritik proses pemilu. Wajar bila keduanya bersikap seperti itu. Yah, karena Deddy Sitorus nyaris menjadi korban politik pada pemilu lalu. Sedangkan Rocky Gerung Anda sudah tahu sikapnya selama ini.
Selesai menceramahi Bawaslu, duet maut ini mengarungi lautan menuju Tarakan. Ratusan mahasiswa Universitas Borneo Tarakan (UBT) menunggu keduanya dalam agenda kuliah umum. Bagaimana keseruannya? (pai/bersambung)















Discussion about this post