TARAKAN, Fokusborneo.com – Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan Komisi I, II, dan III DPRD Kota Tarakan, mengungkap adanya isu monopoli anggaran terkait dana Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Pertamina EP Tarakan, Selasa (19/8/25).
RDP ini dihadiri perwakilan dari PT Pertamina EP Tarakan, Bagian Kesejahteraan Rakyat, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Tarakan, serta perwakilan masyarakat.
RDP yang dipimpin Ketua Komisi II Simon, berfokus pada transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana CSR Pertamina. Rapat ini dipicu kegelisahan masyarakat yang mencuat di media sosial, menuduh bahwa anggaran CSR dimonopoli salah satu organisasi, yaitu AYS.
Perwakilan Gema Tarakan Bersatu, Sah Budiman, menyampaikan kegelisahan terkait dugaan monopoli anggaran CSR oleh AYS.
Ia mempertanyakan transparansi publikasi anggaran dan meminta Pertamina untuk secara terbuka menjelaskan berapa banyak dana yang telah disalurkan, terutama kepada AYS.
Sah Budiman juga mengungkapkan ada organisasi lain yang pernah mengajukan proposal ke Pertamina namun tidak mendapatkan konfirmasi.
“Hal ini berbanding lurus dengan pencapaian yang dipublikasikan oleh AYS,” ujarnya.
Ia mendesak agar Pertamina lebih transparan dan mendorong pemerintah untuk mengaudit aliran dana CSR secara terbuka.
Senada dengan itu, Heris dari Lembaga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kalimantan Utara (Kaltara) mempertanyakan apakah AYS terdaftar di Kesbangpol Kota Tarakan.
Ia juga mengkritik Pertamina yang menolak proposal yang diajukan oleh organisasinya beberapa tahun lalu, padahal program yang diajukan adalah di bidang pendidikan.
Field Manager PT Pertamina EP Tarakan, Cahyo Tri Mulyanto, menjelaskan bahwa Pertamina memiliki dua tugas utama memastikan operasi migas berjalan normal dan memberikan kontribusi nyata bagi ketahanan energi nasional.
Selain itu, perusahaan juga memiliki tanggung jawab sosial yang harus sejalan dengan visi pembangunan nasional dan daerah.
Cahyo merinci program CSR Pertamina memiliki beberapa fokus utama, yaitu pendidikan dan pengembangan SDM, kesehatan, lingkungan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, infrastruktur sosial penanganan bencana.
“Semua kegiatan ini mengacu pada regulasi yang berlaku dan harus mendapatkan persetujuan dari SKK Migas,” kata Cahyo.
Ia juga menambahkan selama ini Pertamina selalu berkoordinasi dengan pemerintah kota dan provinsi.

Menanggapi isu yang beredar, Cahyo mengaku bingung dan terkejut karena tuduhan itu muncul tanpa ada konfirmasi sebelumnya.
“Kami bingung, kalau ada masalah sebaiknya bisa disampaikan ke kami agar bisa didiskusikan dan dicarikan solusinya bersama,” tegasnya.
Terkait isu monopoli, Cahyo menegaskan pihaknya tidak memiliki ikatan kerja sama atau bermitra dengan AYS.
“Silakan dicek, kami tidak mengeluarkan dana sepeser pun kepada AYS,” katanya.
Ia juga menjelaskan setiap proposal yang diajukan akan melalui proses seleksi ketat, karena anggaran yang disetujui SKK Migas sangat terbatas, yaitu sekitar $6.250 US dollar atau sekitar Rp 100 juta rupiah per tahun untuk dukungan bisnis. Sedangkan total CSR Pertamina EP Tarakan untuk pendidikan, kesehatan, penanganan bencana dan program lainnya, totalnya ada sekitar Rp 1,6 Miliar.
Pendiri AYS, Abrar memberikan klarifikasi bahwa organisasinya didirikan pada tahun 2021 dengan dana pribadi sekitar 25 juta rupiah.
Ia juga menjelaskan dana untuk menjalankan program-programnya didapatkan dari hasil memenangkan berbagai lomba dan apresiasi dari kementerian serta sponsor dari luar negeri.
”Kami sama sekali tidak ada kemitraan khusus, dan tidak ada dana program yang jatuh secara langsung ke AYS dari Pertamina,” tegas Abrar.
Ia menambahkan AYS berhasil mengembangkan program-program kepemudaan, bahkan hingga ke kancah internasional, murni dari hasil kerja keras dan kolaborasi dengan berbagai pihak.
Setelah mendengar penjelasan dari semua pihak, Ketua Komisi II, Simon Patino, menyampaikan ada beberapa poin penting yang menjadi perhatian DPRD setelah rapat tersebut.
“Pertama, kami meminta Pertamina untuk membuka diri dalam memberikan informasi kepada masyarakat, baik untuk perorangan maupun organisasi,” ujarnya.
DPRD juga meminta data nominal riil 4% dari keuntungan Pertamina yang seharusnya dialokasikan khusus untuk Kota Tarakan. Pihaknya juga meminta agar komposisi penyaluran CSR diubah, dari yang sebelumnya sekitar 98% berbanding 2%, menjadi lebih proporsional.
“Saat ini, 2% itu untuk proposal-proposal dari kegiatan sosial lain. Kita minta ini diubah,” jelas Simon.
Selain itu, Komisi II juga meminta data penyaluran CSR Pertamina selama tiga tahun terakhir untuk mengetahui ke mana saja dana tersebut disalurkan.
Sebagai langkah lanjutan, disepakati beberapa hal penting diantaranya Pemerintah Kota Tarakan akan segera membuat Peraturan Daerah (Perda) terkait CSR, selain itu, Forum Tanggung Jawab Perusahaan yang sudah ada akan diaktifkan kembali
Poin lainnya, Pertamina diminta untuk membuat pernyataan resmi di media secara terang-benderang agar tidak ada lagi informasi yang simpang siur di masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) juga diminta untuk mendaftar di Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) agar pendataan lebih teratur.(**)













Discussion about this post