TARAKAN, Fokusborneo.com – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), Syamsuddin Arfah, menekankan pentingnya sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) sebagai jembatan informasi vital antara pemerintah dan masyarakat.
Menurutnya, pemahaman Perda adalah kunci agar masyarakat dapat mengakses haknya, terutama dalam pelayanan kesehatan, secara optimal dan terhindar dari kesalahpahaman.
Penekanan ini disampaikan dalam acara Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2017 tentang Pelayanan Kesehatan Masyarakat, yang dihadiri Ketua RT dan perwakilan warga di Kafe Celebes, Kota Tarakan, Minggu (30/11/25).
Syamsuddin Arfah menyatakan sosialisasi Perda ini, meskipun berjudul Pelayanan Kesehatan Masyarakat, secara spesifik bertujuan untuk menjelaskan standar pelayanan yang berlaku di rumah sakit. Dengan adanya pemahaman yang merata, keluhan-keluhan yang selama ini muncul di tengah masyarakat dapat dijawab dan diselesaikan.
“Semua keluhan yang ada tadi itu kita sampaikan dan tadi terjawab tuntas oleh narasumber. Jadi apa aja yang merupakan keluhan-keluhan masyarakat mulai dari bed yang kurang, IGD, diskriminasi, apa semua tadi itu disampaikan bahwa boleh jadi ada terjadi kayak gitu dan lain sebagainya tapi mereka sudah jawab dengan tuntas,” kata Syamsuddin Arfah.
Menurutnya, sosialisasi seperti ini membantu masyarakat memahami bahwa Rumah Sakit, dalam hal ini RSUD dr. Jusuf SK, beroperasi berdasarkan standar dan aturan yang jelas. Dengan mengetahui Perda, masyarakat dapat membedakan mana pelayanan yang sudah sesuai standar dan mana yang masih perlu dikoreksi.
Pihak RSUD dr. Jusuf SK yang diwakili Manager Pelayanan Pasien, Abdul Kadir, dan Bagian Pelayanan di luar jam kerja, Hadlansyah, turut membenarkan sosialisasi Perda dan aturan turunannya sangat penting untuk memutus mata rantai kesalahpahaman.
Hadlansyah mencontohkan, banyak masyarakat yang belum memahami bahwa pelayanan di IGD menerapkan sistem triage dan ada 144 diagnosa penyakit sesuai Permenkes dan Perpres BPJS yang tidak bisa langsung dilayani rawat inap di Rumah Sakit Tipe B tanpa rujukan atau kondisi gawat darurat yang sesuai.
“Inilah kenapa saya katakan, kami akan membahas kemungkinan ada kejadian. Tapi kalau banyak dia sehari di rumah, besok masuk lagi, itu yang rugikan rumah sakit. Penilaian dokter memang sudah layak pulang. Cuman kan persepsi kita masyarakat dengan medis kadang-kadang yang berbeda,” jelas Hadlansyah.
Hal-hal teknis seperti aturan BPJS yang tidak menanggung biaya pasien dengan kondisi non-darurat misalnya demam di bawah 40 derajat celcius menjadi jelas setelah disosialisasikan, membantu masyarakat membuat keputusan yang tepat, seperti kapan harus berobat ke Puskesmas (Faskes I) dan kapan harus ke IGD.
Melalui dialog interaktif ini, Syamsuddin Arfah menyampaikan optimisme bahwa masyarakat mulai paham setelah mendengarkan penjelasan langsung dari pihak rumah sakit.
“Begitu kita berikan, begitu kita suruh tanya, bagaimana sudah mulai paham, ya kan. Jadinya kalau dia tidak paham, pasti dia bertanya,” ujarnya.
Syamsuddin Arfah menyimpulkan, sosialisasi Perda adalah langkah proaktif dari pemerintah dan DPRD untuk memastikan bahwa hak masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang pelayanan kesehatan terpenuhi. Dengan masyarakat yang teredukasi, tekanan dan keluhan dapat berkurang, sekaligus mendorong pihak rumah sakit untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan.(*/mt)















Discussion about this post