TARAKAN – Rencana penyelenggaraan kegiatan “Bekate Color Run†di Kota Tarakan banyak mengundang respon kurang baik di kalangan masyarakat, khususnya Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang berbasis Islam, salah satunya Angkatan Muda Muhammadiyah.
Fajar Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Tarakan menuturkan, bahwa belum ada iktikad baik dari panitia penyelenggara untuk duduk bersama terkait hal ini, menyinggung konsep acara yang akan digelar 29 februari – 1 maret 2020.
“Budaya pop tak ayal mengadopsi satu atau lebih tradisi yang telah terlebih dahulu ada dalam sebuah komunitas, kemudian dijelma menjadi lebih modern agar menarik untuk dikonsumsi oleh masyarakat dari berbagai kalangan,†Katanya.

Sementara masyarakat sangat konsumtif dengan urusan yang demikian, dan cenderung berusaha mengikuti trend atau perkembangan yang ada tanpa melihat budaya itu sesuai atau tidak dengan budaya asli bangsa.



“Tanpa disadari bahwa yang demikian itu berpotensi mengikis budaya bangsa kita dan menggiring kita kepada westernisasi, sekulerisme dan hedonisme, sementara kita paham betul bahwa westernisasi, sekulerisme, hedonisme membawa pengaruh negatif dalam arus globalisasi yang kian merusak moral dan akidah generasi muda Indonesia,” ucap Fajar.
Menurut Fajar kelemahan itu kemudian dimanfaatkan oleh oknum untuk motif komersial tanpa memahami latar belakang religius atau sosial. Jadi hal ini dekat dengan komodifikasi budaya yang dikemas menjadi sebuah komoditas yang diperjual-belikan. Konsekuensinya, masyarakat mengkonsumsi budaya pop tanpa tahu apa fakta sejarah di baliknya. Semisal, fenomena color run di seluruh dunia dan video musik Coldplay.

“Menyinggung soal color run, belajar dari pengalaman lalu, dimana kegiatan yang sama pernah kami gagalkan, mestinya ada intuisi dan inisiatif dari mereka (Penyelenggara) untuk mengajak duduk bersama, setidaknya membangun komunikasi lebih dulu, kan ada induk organisasi kepemudaan, yaitu KNPI kota Tarakan. Lewatnya, kemudian hasilnya diberitahukan kepada OKP dan Ormas lainnya,†tuturnya.
PDPM menilai ini menjadi suatu kewajaran jika kami berpikir negatif karena memang belum ada komunikasi dengan panitia penyelenggara, bahkan sampai saat ini masih ditunggu kesadaran dari penyelenggara.
“Kegiatannya akan digelar di Taman Berkampung Tarakan persis di samping masjid Agung? Apakah tidak ada alternatif lain? Jadi menurut saya, ini seperti disengaja! Jangankan disitu, di tempat lain saja, belum tentu kami terima, apalagi disitu,” tandas Fajar.
Sementara, potret color run pada umumnya selalu identik dari rangkaian dugem. Kaya mudharat, tapi miskin manfaat. Siapa yang bisa menjamin bahwa secara psikologis suasana hura-hura itu tidak akan memancing orang yang terlibat di dalamnya jadi gila-gilaan.
Fajar mengingatkan Jangan sampai muncul asap karena ada yang menyalakan api. Sehingga diperlukan sikap antisipasi secara dini, tentunya mencegah itu jauh lebih baik dari pada mengobati, lebih baik menghindari sebelum terjadi.
“Kami mengajak rekan-rekan, terkhusus panitia pelaksana, agar berupaya untuk mengantisipasi seluruh kegiatan yang berdampak terhadap masalah sosial kemasyarakatan, serta dikhawatrikan merusak moral generasi penerus. Terimakasih atas perhatiannya,” tutupnya. (**/aii)