TARAKAN – Pemerintah Kota Tarakan telah melakukan perubahan Peraturan Daerah (Perda) Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Perubahan tersebut, sudah mendapat persetujuan DPRD Kota Tarakan dan tinggal menunggu pengesahan.
Wali Kota Tarakan dr. Khairul mengatakan perubahan Perda tentang RTRW ini, untuk meminimalisir masalah agraria. Sebab dalam Perda tahun 2012 tentang RTRW Kota Tarakan, banyak lahan masyarakat yang dimasukan ke dalam kawasan rimba kota.
“Pengalaman batin saya waktu saya menjadi Sekda (Sekretaris Daerah) banyak orang datang ke kantor, mengurus tanahnya yang masuk di kawasan hutan kota yang sekarang menjadi rimba kota. Kalau kita lihat yang dulu di masukan di Perda Tahun 2012 memang sebagian itu sebenarnya kepemilikan oleh masyarakat ada alas hak tapi pemerintah masukan sebagai hutan kota,” kata dr. Khairul saat diwawancarai Fokusborneo.com beberapa waktu lalu.

Dikatakan dr. Khairul, seharusnya lahan masyarakat yang masuk dalam kawasan rimba kota, mendapatkan kompensasi. Hanya saja, kemampuan keuangan pemerintah Kota Tarakan tidak mencukupi sehingga tidak dilakukan ganti rugi.



“Sementara kita lihat ada beberapa tanah-tanah Pemda juga yang sebenarnya sudah dibeli tapi kan tidak dioptimalkan, itu lah kita change atau kita ganti termasuk Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) yang belum dipakai atau dieksploitasi kita jadikan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai supaya bermanfaat dari pada nanti diambil kiri kanan gak karu-karuan,” ujar dr. Khairul.
Dijelaskan dr. Khairul, kebutuhan rimba kota dan ruang terbuka hijau, bisa dipenuhi dari tanah-tanah pemda yang masih ada dan sebagian dari WKP. Hanya saja, lahan WKP tetap menjadi aset perusahan cuma fungsinya yang dirubah menjadi RTH.

“Pemerintah sifatnya hanya pinjam pakai untuk dijadikan RTH, kalau pemerintah gak perlu ganti rugi. Tapi nanti pemerintah pusat atau Pertamina membutuhkan misalnya disitu ditemukan sumur minyak bisa diambil lagi. Ini hanya untuk menutupi defisit RTH yang sebagian sudah dikembalikan kepada masyarakat,” jelas dr. Khairul.
Setiap daerah dikatakan dr. Khairul, minimal harus menyediakan RTH sebanyak 30 persen diluar hutan lindung. Saat ini, hutan lindung di Kota Tarakan kurang lebih 30 persen.
“Di Kota ini memang tidak terlalu banyak lagi untuk dijadikan pemukiman walaupun secara existing hutan kota pun dijadikan pemukiman. Harapan kami Perda RTRW ini bisa mengurangi masalah sosial ada masyarakat yang tadinya gak bisa membangun dan memanfaatkan fungsi itu sekarang bisa dipakai,” tutup dr. Khairul.(Mt)