TARAKAN – Pemerintah Kota Tarakan mengajukan raperda APBD-P 2021 ke DPRD Kota Tarakan sebesar Rp 1,015 Triliun. Raperda APBD-P 2021 ini, nilainya mengalami kenaikan dibandingkan APBD murni 2021.
Pengajuan raperda APBD-P 2021, disampaikan pemerintah yang wakili Wakil Wali (Wawali) Kota Tarakan Effendhi Djufrianto melalui rapat paripurna anggota DPRD Kota Tarakan.
Wawali Kota Tarakan Effendhi Djufrianto mengatakan APBD-P 2021 yang diajukan mengalami kenaikan sekitar 7 persen menjadi Rp 1,015 Triliun. Pada APBD murni 2021 hanya sekitar Rp 900 Miliar.

“Kenaikannya salah satunya disumbang dari kegiatan BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) RSUKT. selain itu peningkatan dari BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
karena kan di setiap tahun ini ada peningkatan proses sertifikasi,” ujar Effendhi Djufrianto diwawancarai usah menghadiri rapat paripurna, Senin (27/9/21).




Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Tarakan Yulius Dinandus menambahkan 7 Fraksi di DPRD Kota Tarakan telah sepakat pembahasan Raperda APBD-P 2021 dilanjutkan ketahap berikutnya. Sedangkan rincian dari APBD-P yang diajukan pemerintah, pendapatan sebesar Rp 1.015 Triliun dengan belanja Rp 1.074 Triliun.
“Jadi ini yang di MOU kan kemarin. Tapi yang perlu kita tahu bahwa hasil MOU itukan bukan final, karena masih ada lagi langkah berikutnya tentang pembahasan raperda sama fasilitasi di tingkat Gubernur dan Kemendagri,” kata Yulius.

Yulius menjelaskan APBD-P ada kenaikan dari APBD murni. Kenaikannya ini, berasal dari PAD dengan kenaikan secara total mencapai puluhan miliar atau sekitar 24 persen.
“Yang signifikan kenaikannya adalah BLUD pelayanan daerah di RSUKT dan Puskesmas. Itu tidak bisa kita kotak-katik, karena dikelola sendiri oleh mereka meskipun masuk dalam batang tubuh kita. Tetapi kita sangat bersyukur, karena minimal kita melihat subsidi ke mereka kita kurangi itu yang paling penting dalam bentuk kebijakan,” jelas politisi Partai Hanura.

Yulius membeberkan dalam perencanaan keuangan daerah, setiap tahun diwajibkan seimbang. Persyaratannya untuk belanja langsung dan tidak langsung, masing-masing 50 persen.
“Makanya kalau dikatakan seimbang iya, tetapi apakah ada daerah yang kecelakaan dalam perencanaan ada. Tidak akan mungkin disahkan dari kementerian dan gubernur kalau itu tidak balance,” tutur Yulius.
Yulius menargetkan pembahasan raperda APBD-P 2021 ini seleaai sebelum 30 September 2021. Menurut amanat Undang-undang, terakhir fasilitasi tanggal 30 September 2021.
“Kalau tidak bisa kita selesaikan, tidak ada kesepahaman maka kembali ke APBD murni. Tapi saya yakin bahwa pemerintah punya cara untuk menyelesaikan semuanya tidak harus kembali ke APBD murni karena harus ada regulasi lain yang bisa dipedomani oleh pemerintah,” tutup Yulius.(Mt)