TARAKAN – Persoalan kekosongan kayu di Kota Tarakan mendapatkan sorotan dari berbagai pihak, salah satunya pengacara Mukhlis Ramlan yang sekaligus pernah menjabat sebagai anggota Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Pemprov Kaltara.
Mukhlis Ramlan yang juga sebagai kuasa hukum salah satu pengusaha kayu inisial AMI di Tarakan ini mempertanyakan kekosongan atau kelangkaan kayu di Tarakan yang sempat dibahas bersama Pemkot Tarakan, Pemprov Kaltara dan pengusaha atau pengecer kayu.
“Yang kita ingin pertanyakan, apakah membahas masalah kayu legal atau ilegal? Karena berbicara persoalan kayu legal, beberapa industri kayu tidak mengalami kelangkaan. Stok di sana masih banyak,” ujar Mukhlis Ramlan, Selasa (9/5/2023).

Baca Juga: Kayu di Tarakan Kosong



Mukhlis menerangkan bila pembahasan kelangkaan kayu ditujukan untuk kayu ilegal maka hal itu perlu dilihat secara serius. Sebab kliennya yang saat ini tersangkut kasus hukum juga membutuhkan kepastian hukum dari pemerintah.
Ia juga menyebutkan, selain kliennya juga terdapat pelaku usaha kayu yang sama dengan kliennya namun tidak dilakukan penindakan hukum.

Persoalan kayu ini harus dicarikan solusi, pemerintah khususnya Pemkot Tarakan tidak boleh tinggal diam harus menjamin kepastian hukum kepada pelaku usaha kayu salah satunya melalui Peraturan Daerah (Perda).
Tentu pemerintah tidak boleh berdiam diri. Sebab ada yuris prudensi, banyak contoh di daerah lain yang telah membuat Perda untuk payung hukum, pemanfaatan, pengolahan dan distribusi kayu di daerahnya masing-masing.
“Kalau di daerah lain bisa membuat kepastian hukum kepada masyarakatnya. Kenapa di Kota Tarakan tidak bisa? Anehnya lagi, Pemerintah Kota Tarakan memanggil semua pihak untuk membicarakan kelangkaan kayu. Karena memang di satu sisi pemerintah menerapkan standar harga pengadaan kayu. Harga kayu yang mana dipakai? Kayu legalkah atau ilegal kah? Karena yang disebutkan kayu yang langka. Untuk kayu yang langka sudah pasti adalah kayu yang ilegal,” terangnya.
Baca Juga: Kayu Langka Akan Dibahas Bersama Forkompinda Kaltara
Dengan lahirnya perda seperti di daerah lain maka boleh dilakukan pemanfaatan kayu selama distribusi dilakukan di tempat lokal, tidak menyeberang ke provinsi lain.
“Inilah yang perlu diatur agar pemanfaatan kayu tetap ramah lingkungan. Bagaimana sebelum kayu ditebang dilakukan penanaman dulu (Reboisasi). Dari peristiwa ini dapat melahirkan hikmah buat masyarakat Tarakan dan memberikan dampak positif,” tuturnya.
Terkait pemanfaatan kayu di Kota Tarakan, dijelaskannya, kebutuhan kayu sangat penting bagi masyarakat. Bahkan pemanfaatan lain dari kayu, pemerintah juga membutuh kayu. “Mohon maaf, dari kuburuan untuk menutup jenazah membutuhkan kayu. Jangan kemudian klien kami disimpulkan sebagai pengusaha kayu ilegal,” jelasnya.
Dia berharap, agar pemerintah berpihak kepada rakyat tanpa harus “kucing-kucingan”. Di satu sisi mengambil kayu ilegal, bahkan sampai panik karena terjadi kelangkaan kayu ilegal. Tapi disisi lain, kata dia, pengusaha kayu ditangkap dan dipenjara namun pemerintah tidak memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat.
“Pemerintah harus hadir ditengah persoalan dan dinamika yang dihadapi masyarakat. Sekarang apa solusi dari pemerintah? Kami bahkan sudah memberikan saran kepada pemerintah dengan memperlihatkan contoh draft Perda di beberapa daerah. Mereka bagus saja dalam pemanfaatan, pendistribusiannya, dan jualbeli kayunya. Itu karena semuanya ada perda yang mengatur. Kalau tidak ada itu yang jadi persoalan,” tutupnya. (wic/Iik)