TARAKAN – Perkembangan pembangunan di Kota Tarakan dengan geografis Kepulauan menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Daerah untuk menjaga kawasan konservasi hutan Mangrove di wilayah pesisir.
Berdasarkan surat keputusan Walikota Tarakan, kawasan Hutan Mangrove ditetapkan seluas kurang lebih 600 hektar yang tersebar di 4 Kecamatan. Angka ini tidak berubah sejak tahun 2023. Kawasan ekosistem Mangrove terus dijaga dan dipelihara oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Tarakan.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Kerusakan Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Tanaman Hayati DLH Tarakan, Chaizir Zain, mengatakan pihaknya telah menyusun program kegiatan yang sudah terencana dalam Renja (rencana kerja), pertama melakukan rehabilitasi yang sifatnya rutin dan terjadwal.
“Kita punya tim yang sudah terjadwal melakukan penanaman Mangrove di area-area kritis atau tutupan Mangrove nya kurang, jadi setiap hari mereka keliling melakukan penanaman, kita juga punya pembibitan Mangrove,” jelasnya, Selasa (8/7/2025).
Berdasarkan data terakhir lahan kritis di Tarakan mencapai 15 hektar, sementara tahun ini masih belum dihitung karena pemetaan lahan kritis tidak dilakukan oleh DLH.
Selain lahan kritis, pihaknya juga bekerjasama dengan instansi, perusahaan dan masyarakat untuk bersama-sama melakukan rehabilitasi kawasan hutan mangrove.
Selain itu tantangan lainnya yakni kawasan hutan mangrove yang beralih fungsi menjadi kawasan Industri atau perumahan dan ini dapat dipastikan pihak terkait sudah mengurus UKL UPL yang nantinya berkomitmen mengganti dengan menaman Mangrove dengan luasan yang sama.

Sementara itu, Karno selaku Analisis Pengamanan Lingkungan, menyampaikan kondisi kawasan hutan Mangrove dalam kondisi baik, namun ada beberapa kegiatan perambahan. Kemudian kendala lain yaitu kawasan hutan Mangrove yang masih dikuasai atau dimiliki masyarakat.
“Jadi dari 600 hektar lebih itu ada yang sebagian alas suratnya milik pemerintah, ada yang sebagian bukan milik pemerintah sekitar 30 persen kalau tidak salah,” ungkap Karno.
Secara aturan di dalam kawasan ekosistem mangrove itu sendiri masuk dalam RTH (ruang terbuka hijau), dan RTH merupakan suatu kewajiban dari suatu Kota. Luasan RTH minimal 30 persen dari luasan wilayah.
Kawasan hutan mangrove yang sudah alih fungsi terutama di wilayah Kecamatan Utara. Rencana perubahan aset menjadi aset pemerintah terutama yang masih kepemilikannya masyarakat, pihaknya masih aman melakukan koordinasi dengan pimpinan.
Karno melanjutkan, saat ini DLH juga telah membentuk tim KKMD (kelompok kerja mangrove daerah) yang anggotanya adalah instansi terkait, dimana tim ini akan membuat program sampai kegiatan di lapangan khususnya rehabilitasi.
“Kita pernah untuk melakukan kegiatan sosialisasi, dari seluruh kelurahan kita undang untuk melakukan sosialisasi terhadap pelestarian mangrove. Jadi banyak sudah yang kita lakukan untuk pelestarian mangrove ini,” pungkasnya. (ary)
Discussion about this post