BALIKPAPAN,Fokusborneo.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan memastikan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) belum akan diberlakukan dalam waktu dekat. Langkah ini diambil untuk menghindari potensi gejolak di masyarakat sekaligus memberi waktu bagi pemerintah untuk memastikan tata kelola data terkait pajak berjalan dengan benar dan tertib.
Asisten I Bidang Pemerintahan Setdakot Balikpapan, Zulkifli, menegaskan bahwa penundaan ini dimaksudkan agar seluruh proses administrasi dan perhitungan NJOP dapat diperiksa dan disesuaikan dengan kondisi riil di lapangan.
“Kita lihat dulu yang memang tata tidak benar, kita benahi. Kemudian yang sudah terbayar nanti kita bicarakan dengan pemiliknya, rekomendasi atau bagaimana,” ujarnya.



Menurut Zulkifli, langkah ini penting agar masyarakat tidak dirugikan dan pemerintah dapat melaksanakan pengelolaan pajak daerah dengan lebih efektif.





Ia menambahkan, penyesuaian NJOP sebenarnya mengikuti perkembangan harga tanah di lapangan dan tidak memiliki batas maksimal. Sebagai contoh, harga tanah yang sebelumnya hanya sekitar Rp10 ribu per meter kini bisa mencapai Rp1 juta per meter di beberapa lokasi strategis.




Penyesuaian NJOP tetap perlu dilakukan agar nilai properti dan kewajiban pajak mencerminkan kondisi nyata di masyarakat.


“Kalau NJOP rendah, masyarakat juga yang rugi. Misalnya saat mengalihkan kepemilikan tanah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) jadi rendah. Nilai tanah pun jatuh,” jelas Zulkifli.



Dengan demikian, penyesuaian NJOP menjadi bagian penting dari mekanisme pajak yang adil dan seimbang, meskipun implementasinya harus dilakukan secara hati-hati.


Zulkifli juga menekankan pentingnya sosialisasi kenaikan NJOP agar masyarakat dapat memahami proses perhitungannya dan menyesuaikan diri dengan perubahan tarif.


Namun, karena masih ada penundaan, Pemkot memutuskan tetap menggunakan tarif NJOP tahun lalu hingga akhir 2025.


“Dengan penundaan ini kita memakai tarif NJOP tahun yang lalu. Sepertinya memang minimal sampai akhir tahun, bahkan sampai tahun depan belum ada penyesuaian baru,” tambahnya.
Selain itu, langkah ini juga memberi waktu bagi pemerintah untuk menyempurnakan distribusi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ke masyarakat.
Dengan distribusi SPPT yang lebih tertata, wajib pajak dapat menerima surat pemberitahuan tepat waktu dan memahami kewajiban pajak mereka secara lebih jelas. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi serta meminimalkan kesalahan atau keterlambatan pembayaran PBB.
Selain itu, langkah ini juga memberi waktu bagi pemerintah untuk menyempurnakan distribusi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ke masyarakat.
“Dengan distribusi SPPT yang lebih tertata, wajib pajak dapat menerima surat pemberitahuan tepat waktu dan memahami kewajiban pajak mereka secara lebih jelas. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi serta meminimalkan kesalahan atau keterlambatan pembayaran PBB,” tuturnya.
Langkah ini tidak hanya melindungi masyarakat dari lonjakan pajak secara mendadak, tetapi juga memberikan ruang bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola data, memperbarui sistem administrasi, dan memastikan semua informasi terkait NJOP dan PBB tersampaikan dengan baik.
Langkah ini tidak hanya melindungi masyarakat dari lonjakan pajak secara mendadak, tetapi juga memberikan ruang bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola data, memperbarui sistem administrasi, dan memastikan semua informasi terkait NJOP dan PBB tersampaikan dengan baik.
“Jadi, saat penyesuaian NJOP diterapkan di masa mendatang, prosesnya akan lebih lancar, akurat, dan diterima oleh masyarakat secara luas,” tegasnya. (oc/ar)