BALIKPAPAN, Fokusborneo.com – Peningkatan fasilitas kesehatan di Balikpapan terus berjalan pesat, dengan pembangunan gedung puskesmas baru di beberapa kecamatan. Namun, kemegahan fisik fasilitas ini belum diimbangi dengan ketersediaan tenaga kesehatan yang memadai, sehingga layanan masyarakat belum optimal.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Alwiati, menyebut hampir seluruh puskesmas di kota ini belum memiliki tenaga kesehatan lengkap sesuai standar Kementerian Kesehatan.
Setiap puskesmas idealnya memiliki dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga farmasi, ahli gizi, tenaga promosi kesehatan, analis laboratorium, dan tenaga kesehatan lingkungan.
“Mayoritas puskesmas hanya memiliki beberapa jenis tenaga saja, sedangkan posisi lain yang juga penting masih kosong. Hal ini memengaruhi kualitas layanan dan ketersediaan program kesehatan bagi warga,” kata Alwiati, Senin (29/9/2025).
Minimnya tenaga kesehatan berdampak langsung terhadap program pelayanan masyarakat. Misalnya, kegiatan edukasi kesehatan tentang pola hidup sehat, imunisasi, dan pencegahan penyakit menular belum berjalan optimal karena kurangnya tenaga promosi kesehatan. Begitu pula dengan intervensi gizi, yang masih terbatas karena jumlah tenaga gizi minim.
“Kalau tenaga gizi tidak mencukupi, penanganan kasus stunting dan gizi buruk di lapangan menjadi terbatas. Ini jelas berpengaruh pada kesehatan anak-anak dan ibu hamil,” ujarnya.
Distribusi tenaga kesehatan juga tidak merata. Beberapa puskesmas hanya memiliki satu dokter umum untuk melayani ribuan warga, sehingga beban kerja sangat tinggi dan berisiko menurunkan kualitas pelayanan.
Pemerintah Kota Balikpapan telah berupaya menambah tenaga melalui jalur CPNS dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Namun, jumlah yang diterima masih belum mampu mengimbangi kebutuhan seiring pertumbuhan jumlah penduduk.
“Gedung puskesmas bisa dibangun dengan cepat, tetapi menyiapkan tenaga yang kompeten memerlukan waktu panjang, mulai dari pendidikan hingga pelatihan intensif,” tegas Alwiati.
Selain keterbatasan rekrutmen, mempertahankan tenaga kesehatan juga menjadi masalah. Beberapa memilih pindah ke daerah lain atau bekerja di fasilitas kesehatan swasta karena peluang karier dan kesejahteraan lebih baik.
Alwiati berharap pemerintah pusat dapat menambah formasi tenaga kesehatan melalui CPNS maupun PPPK. Tanpa tambahan SDM yang memadai, fasilitas puskesmas yang sudah dibangun tidak akan berfungsi maksimal.
“Pemenuhan tenaga kesehatan bukan hanya soal jumlah, tetapi menyangkut hak dasar masyarakat untuk mendapatkan layanan yang layak, merata, dan berkualitas,” jelasnya.
Sebagai kota besar dengan pertumbuhan penduduk pesat, Balikpapan menghadapi tantangan kesehatan yang kompleks, mulai dari penyakit menular, stunting, gizi buruk, hingga penyakit degeneratif seperti diabetes dan hipertensi. Semua masalah ini menuntut tenaga kesehatan yang cukup dan kompeten di lini terdepan, yaitu puskesmas.
“Kalau puskesmas tidak memiliki tenaga yang memadai, program kesehatan masyarakat akan terganggu. Tenaga yang cukup menjadi kunci agar seluruh program dapat berjalan dengan baik,” pungkas Alwiati.
Pemerintah Kota Balikpapan, kata dia akan terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat, sambil mencari solusi lokal, termasuk pelatihan internal dan pemberian insentif.
“Tujuannya agar gedung puskesmas tidak hanya menjadi simbol, tetapi benar-benar mampu memberikan layanan kesehatan maksimal bagi seluruh warga,” tegasnya. (*)















Discussion about this post