TARAKAN, Fokusborneo.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan melakukan kunjungan lapangan ke area sekitar operasional PT Phoniex Resources Internasional (PRI) pada Rabu (29/10/25).
Kunjungan tersebut menindaklanjuti laporan warga mengenai dampak penimbunan dan pembuangan limbah perusahaan terhadap lahan pertanian masyarakat di RT 1, Kelurahan Karang Harapan.
Koordinator warga, Abdin Situmorang alias Yapdin menjelaskan persoalan utama yang dikeluhkan masyarakat adalah penyempitan saluran drainase di area gerbang utama perusahaan yang disebut menjadi penyebab banjir sejak 2022. Selain itu, aktivitas pengerukan parit dan pembuangan tanah yang dilakukan perusahaan ke lahan warga tanpa adanya izin atau pemberitahuan terlebih dahulu.
“Dari awal drainase di depan itu sudah diperkecil, yang tadinya lebar, sekarang hanya sekitar satu meter. Akibatnya air meluap ke kebun warga. Tanah hasil pengerukan pun dibuang ke lahan kami tanpa izin,” ujarnya.
Abdin menyebut, lahan warga yang terdampak luasnya mencapai sekitar delapan hektare, dengan jumlah pemilik sekitar 32 orang. Akibat genangan air dan aktivitas perusahaan, warga tidak lagi bisa berkebun sejak 2022.
Tanaman seperti elai, durian, rambutan, mangga hingga tanaman musiman seperti cabai dan semangka tidak dapat tumbuh karena kondisi tanah tergenang.
“Kegiatan berkebun sudah lumpuh total. Kami sudah coba tanam singkong, tumbuh tapi busuk. Kerugian warga mencapai dua miliar rupiah per tahun,” ungkapnya.
Dalam pertemuan dengan DPRD, warga menyatakan bersedia menjual lahan mereka kepada PT PRI sebagai bentuk penyelesaian damai. Harga yang disepakati secara kolektif sebesar Rp500 ribu per meter, yang sudah mencakup nilai tanam tumbuh, bangunan, dan kerugian selama ini. Namun, warga memberi tenggat waktu hingga 31 Oktober 2025 agar perusahaan menuntaskan kesepakatan tersebut.
“Kalau sampai tanggal 31 belum diselesaikan, harga akan naik jadi satu juta per meter, dan kemungkinan pemilik lahan yang bergabung makin banyak,” tegas Abdin.
Ia juga menilai perusahaan tidak menunjukkan itikad baik, terutama saat rombongan hendak memeriksa area pembuangan limbah namun sempat dilarang oleh pihak perusahaan. Padahal, menurut warga, inti persoalan terletak pada pengelolaan limbah dan drainase yang menyebabkan banjir.
“Tujuan kami mau lihat langsung ke lokasi limbah, tapi malah dilarang. Ini menunjukkan PT PRI tidak punya itikad baik. Kalau tidak ada yang disembunyikan, kenapa dilarang?” ujarnya.
Meski begitu, Abdin menegaskan masyarakat tidak menolak keberadaan investasi, asalkan kegiatan perusahaan tidak merugikan warga sekitar.
“Kami tidak anti-investasi. Justru kami sudah menunjukkan niat baik dengan bersedia menjual lahan kami,” katanya.
Sementara itu, Humas PT PRI Eko Wahyudi menegaskan perusahaan tetap berkomitmen menjaga hubungan baik dengan masyarakat dan berupaya mencari solusi terbaik tanpa gesekan. Ia berharap seluruh pihak, termasuk Forkompimda, dapat membantu menciptakan situasi yang kondusif agar investasi bisa berjalan dengan baik di Tarakan.
“Kami tidak mau ada gesekan dengan pihak manapun. Kami juga ingin berinvestasi dengan aman dan nyaman,” ujar Eko.
Menurutnya, perusahaan mempekerjakan lebih dari seribu orang dan menjadi sumber penghidupan bagi banyak warga. Karena itu, PT PRI berharap persoalan lahan dapat diselesaikan melalui jalur yang adil, seperti menggunakan penilaian dari tim appraisal.
“Kalau disarankan lewat tim appraisal, kami setuju. Hasilnya nanti akan kami perhitungkan sesuai kemampuan perusahaan,” jelasnya.
Eko menambahkan, perusahaan secara rutin melakukan pemeliharaan drainase dan memastikan sistem pengelolaan limbah di area landfill aman bagi lingkungan. Seluruh lahan pengolahan dilapisi geotekstil dan dilengkapi sumur pantau untuk menghindari kebocoran limbah.
“Air hujan yang masuk ke area kami dikumpulkan dan diolah terlebih dahulu di IPAL sebelum dialirkan keluar. Kami pastikan tidak ada rembesan ke lahan warga,” terangnya.
Selain itu, PT PRI juga aktif mengimbau warga agar tidak membuang sampah ke aliran air depan area perusahaan, bahkan membantu mengangkut sampah warga agar tidak menyumbat saluran.
“Kami bantu kutip sampah warga supaya tidak menyumbat aliran. Kami ingin lingkungan di sekitar juga tetap bersih,” kata Eko.
Menanggapi batas waktu yang diberikan warga, Eko mengatakan dirinya akan meneruskan hasil permintaan masyarakat ke manajemen pusat untuk ditindaklanjuti. Ia berharap persoalan tidak melebar dan tetap bisa diselesaikan melalui komunikasi yang baik.
“Sebagai humas saya hanya penyambung, bukan pengambil keputusan. Tapi hasil rapat sudah kami sampaikan ke manajemen. Kami ingin semuanya selesai dengan baik tanpa konflik,” tutupnya.(Mt)















Discussion about this post