TARAKAN, Fokusborneo.com – Kesabaran warga pemilik lahan yang terdampak aktivitas PT. Phoenix Resources International (PRI) di Tarakan mencapai puncaknya.
Setelah sebelumnya bertemu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPRD Tarakan Sabtu lalu, masyarakat kembali turun ke jalan dan menggelar aksi blokade di lokasi PT. PRI, Rabu (5/11/25).
Aksi yang semakin membesar ini, tidak hanya melibatkan masyarakat pemilik lahan, tetapi juga didukung Lembaga Adat Tidung Ulun Pagun (LATUP) Kaltara dan Aliansi BEM Se-Kota Tarakan (BEM SEKA).
Upaya massa untuk memblokade jalan di area landfill perusahaan menjadi awal dari aksi protes ini. Ada sembilan tuntutan yang disuarakan:
1. Pembayaran ganti rugi terhadap lahan dan tanaman produktif milik warga yang terdampak aktivitas perusahaan.
2. Pemulihan lahan yang dinilai rusak sehingga dapat kembali produktif sebagaimana kondisi awal.
3. Perbaikan sistem drainase di area sekitar operasional perusahaan untuk mencegah banjir.
4. Penghentian pembuangan limbah ke area permukiman atau lahan masyarakat serta penanganan limbah sesuai standar lingkungan.
5. Pemeriksaan menyeluruh dokumen AMDAL PT PRI oleh Pemerintah Kota Tarakan dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
6. Penindakan hukum apabila ditemukan pelanggaran terkait pengelolaan lingkungan.
7. Keterbukaan penggunaan dana CSR agar manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat.
8. Penyampaian itikad baik dalam 1×24 jam untuk menindaklanjuti tuntutan yang diajukan.
9. Tidak akan membuka blokade jalan hingga tercapai kesepakatan bersama.
Massa aksi sempat berdialog dengan perwakilan perusahaan, yakni Manager SSL PT. PRI, Oemar Kadri dan Humas PT. PRI, Eko Wahyudi. Namun, pertemuan tersebut berakhir tanpa hasil.
Perwakilan perusahaan tersebut menyatakan menolak menandatangani tuntutan karena tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan.
Jawaban ini memicu kemarahan dan kekecewaan massa, yang kemudian mengalihkan fokus aksinya dengan memblokade pintu masuk utama menuju pabrik PT. PRI. Akibatnya, sejumlah kendaraan terhalang masuk.
Yapdin, salah satu perwakilan masyarakat pemilik lahan, menegaskan blokade akan terus berlangsung sampai ada respons konkret, bahkan menuntut kehadiran Walikota Tarakan.
”Kami menunggu walikota Tarakan, untuk hadir bersama kami di sini, mas. Jika tidak ada kehadiran unsur pemerintah, maka akan seterusnya kami blokade pintu masuk ke PT. PRI,” ujar Yapdin
Menanggapi situasi ini, Humas PT. Phoenix Resources International, Eko Wahyudi, menyatakan perusahaan menghormati penyampaian pendapat tersebut namun keberatan dengan dampak blokade.
“Kami memahami dan mencermati apa yang disampaikan masyarakat. Namun, penutupan akses operasional tentu berdampak terhadap aktivitas perusahaan. Kami berharap persoalan ini dapat diselesaikan melalui dialog yang persuasif,” jelas Eko.
Eko juga mempertegas posisi perusahaan terkait ketidakmampuan mereka mengambil keputusan di lapangan, menekankan bahwa kebijakan strategis harus melalui proses internal manajemen pusat.
Terkait isu pencemaran lingkungan yang menjadi salah satu sorotan utama, PT. PRI menyatakan kesiapannya untuk melalui proses hukum dan pemeriksaan resmi.
“Perusahaan terbuka terhadap proses pemeriksaan. Jika memang terbukti kami melanggar, silakan masyarakat melaporkan kepada pihak yang berwenang, kami siap hadapi proses hukumnya,” tutupnya.(**)















Discussion about this post