BALIKPAPAN, Fokusborneo.com – Meski angka Anak Tidak Sekolah (ATS) di Kota Balikpapan masih cukup tinggi, Pemerintah Kota memastikan layanan pendidikan tetap berjalan optimal.
Melalui program wajib sekolah 13 tahun yang akan mulai diberlakukan pada 2027, Pemkot berupaya memperluas akses belajar sejak usia dini sebagai langkah strategis memperkuat kualitas sumber daya manusia.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Balikpapan, Irfan Taufik, menyebut tahun 2027 akan menjadi tonggak penting dalam pembangunan pendidikan yang lebih inklusif.
Menurutnya, program wajib sekolah 13 tahun mencakup pendidikan sejak jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), dan disiapkan melalui sosialisasi masif pada 2026 mendatang.
“Pemerintah kota memastikan tidak ada gangguan layanan pendidikan. Semua tetap berjalan sebagaimana mestinya, sambil kami persiapkan penerapan wajib sekolah 13 tahun mulai tahun 2027,” ujar Irfan, Sabtu (8/11/2025).
Ia menjelaskan, kebijakan ini lahir dari perhatian terhadap kondisi ATS di Balikpapan yang masih memerlukan penanganan serius. Berdasarkan data Disdikbud, jumlah anak yang tidak bersekolah diperkirakan mencapai 2.000 hingga 3.000 orang, dengan sebagian besar berada pada rentang usia 5 hingga 6 tahun.
“Fokus kami adalah memastikan semua anak mendapatkan kesempatan belajar sejak usia emas. Jangan sampai ada yang tertinggal karena kurangnya pemahaman atau akses,” ungkapnya.
Irfan menilai, usia 5–6 tahun adalah masa krusial dalam pembentukan karakter, adab, dan kemampuan sosial anak. Karena itu, pihaknya terus mengimbau orang tua agar lebih memahami esensi pendidikan anak usia dini.
“Masih banyak orang tua yang beranggapan kalau anak harus bisa calistung (membaca, menulis, berhitung) lebih dulu baru boleh sekolah. Padahal itu keliru. PAUD bukan tempat untuk mempercepat akademik, tapi untuk menyiapkan karakter dan kemampuan sosial anak,” tegasnya.
Ia menambahkan, dorongan belajar yang terlalu dini justru dapat menimbulkan tekanan psikis pada anak. Alih-alih berkembang, anak justru bisa kehilangan semangat dan kreativitas.
“Yang paling penting bukan seberapa cepat anak bisa membaca, tapi seberapa siap mereka berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungannya,” kata Irfan.
Sebagai langkah konkret, Disdikbud kini tengah menyiapkan regulasi, pedoman teknis, serta dukungan anggaran untuk mendukung kebijakan wajib sekolah 13 tahun.
Irfan menyebutkan, seluruh perangkat hukum dan teknis akan dibahas bersama pemangku kepentingan pendidikan agar implementasi berjalan efektif.
“Pemerintah tidak ingin kebijakan ini hanya menjadi formalitas. Harus ada peningkatan layanan, pemerataan akses, dan penguatan kapasitas lembaga PAUD agar semua anak benar-benar bisa ikut belajar,” jelasnya.
Upaya itu juga diikuti dengan peningkatan kualitas tenaga pendidik dan pengawasan berkelanjutan. Selain itu, Disdikbud memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti Forum PAUD, Himpaudi, IGTKI, Forum Adiwiyata, serta lembaga pendidikan berbasis masyarakat lainnya.
“Kerja sama lintas sektor mutlak diperlukan. Kami juga melibatkan kecamatan, kelurahan, RT, dan organisasi masyarakat agar informasi tentang wajib sekolah 13 tahun tersampaikan langsung ke keluarga,” tutur Irfan.
Ia menegaskan, dengan dukungan kolaboratif dan kesiapan regulasi, diharapkan tidak ada lagi anak-anak Balikpapan yang tertinggal dari pendidikan. Pemerintah juga berkomitmen memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat agar kebijakan ini tidak menjadi beban baru bagi keluarga.
“Yang kami perjuangkan adalah pemerataan kesempatan belajar bagi semua. Tidak boleh ada anak Balikpapan yang tertinggal dari pendidikan hanya karena alasan ekonomi atau keterbatasan fasilitas,” pungkasnya. (*)













Discussion about this post