TARAKAN – Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) pada Desember 2021 mengalami inflasi sebesar 0,98% (mtm) dengan dua kota IHK yaitu Kota Tarakan yang mengalami inflasi sebesar 0,90% (mtm) sedangkan Tanjung Selor mengalami inflasi sebesar 1,31% (mtm).
Tekanan inflasi dipicu oleh berlanjutnya pemulihan permintaan domestik yang disebabkan oleh pelonggaran PPKM dan peningkatan transmisi harga global ke domestik.
“Jika dilihat berdasarkan komoditasnya, inflasi pada periode Desember 2021, disebabkan oleh komoditas cabai rawit, angkutan udara, minyak goreng dan cabai merah yang mengalami peningkatan permintaan seiring dengan mulai meningkatnya aktivitas konsumsi dan mobilitas masyarakat pasca pelonggaran PPKM, dan perayaan NATARU 2021/2022,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Kaltara Tedy Arief Budiman melalui keterangan press rilis, Jumat (7/1/22).

Melonjaknya harga cabai rawit, didorong oleh rendahnya pasokan paska panen seiring panen yang tidak optimal di musim tanam sebelumnya. Pasokan yang rendah tersebut, tidak dapat mengompensasi kenaikan permintaan akhir tahun, sehingga mendorong koreksi harga ke atas.



“Hal yang senada juga terjadi pada cabai merah, masuknya masa tanam dan tingginya curah hujan juga berdampak pada kenaikan harga cabai merah pada bulan laporan,” jelas Tedy.
Sementara itu, peningkatan harga minyak goreng, sejalan dengan harga Crude Palm Oil (CPO) global yang masih tinggi pada akhir tahun 2021 ini. Sebagai informasi, Tanjung Selor menjadi kota dengan inflasi tertinggi ke-6 se-Indonesia, sedangkan Kota Tarakan menjadi kota dengan inflasi tertinggi ke-23 se-Indonesia.

“Berdasarkan perkembangan tersebut, inflasi tahunan Provinsi Kaltara pada periode Desember 2021 sebesar 2,73% (yoy) atau masih berada di bawah kisaran sasaran inflasi 3,0% ±1% (yoy),” beber Tedy.
Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok transportasi di Kaltara, sejalan dengan peningkatan indeks <span;>Google Mobility Report<span;> (GMR) pada bulan Desember. Indeks GMR yang meningkatkan mencerminkan terjadinya peningkatan mobilitas masyarakat termasuk dari pergerakan masyarakat menggunakan moda transportasi udara.
“Kondisi ini diyakini mendorong kenaikan tarif angkutan udara. Dengan demikian, secara bulanan dan tahunan, kelompok transportasi memberikan andil inflasi 0,15% (mtm) dan 0,45% (yoy),” ujar Tedy.
Sejalan dengan kelompok transportasi, kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga mengalami inflasi di tengah tingginya permintaan Masyarakat pada Desember 2021.
“Empat komoditas yang memberikan andil inflasi bulanan dari kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau antara lain cabai rawit (0,47%), minyak goreng (0,09), cabai merah (0,08%), dan nasi dengan lauk (0,03%),” ungkap Tedy.

Sementara itu, komoditas yang memberikan andil inflasi bulanan (mtm) terbesar yaitu Bawang Merah (-0,02%), Ikan Bandeng (-0,02%). Lebih lanjut, kondisi inflasi dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga didorong oleh curah hujan tinggi serta telah berakhirnya masa panen di daerah sentra produksi, antara lain Jawa Tmur dan Sulawesi Selatan.
“Selain itu, tingginya harga CPO global yang merupakan bahan baku minyak goreng, menyebabkan adanya kenaikan harga minyak goreng secara secara nasional,” pungkas Tedy.
Menyikapi kenaikan pada minyak goreng tersebut, Kementerian Perdagangan terus mendorong produsen untuk melakukan percepatan penyaluran minyak goreng subsidi dengan harga Rp 14.000,00 per liter, lebih rendah dibandingkan harga minyak goreng saat ini sebagaimana tercatat di PIHPS sebesar Rp19.394/kg.
Hingga 30 Desember 2021, volume minyak goreng subsidi yang telah disalurkan baru mencapai 35% dari target 11 juta liter. Selain subsidi, Pemerintah juga telah melakukan operasi pasar untuk meredam harga melalui Pasar Murah yang diselenggarakan hingga akhir Desember 2021.
“Secara bulanan dan tahunan, kelompok makanan, minuman, dan tembakau tercatat mengalami inflasi dengan andil sebesar 0,71% (mtm) dan 1,73% (yoy),” tambah Tedy.
Koordinasi antara Pemerintah, Bank Indonesia dan lembaga terkait yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) akan terus diperkuat.
“Salah satu upaya penguatan koordinasi dengan penyelenggaraan High Level Meeting (HLM) TPID. HLM TPID yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dari tingkat Provinsi, Kabupaten, serta Kota di Kaltara ini diharapkan mampu menghasilkan langkah-langkah strategis dalam menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi, serta persiapan kenaikan cukai rokok pada 2022 mendatang,” kata Tedy.
Di sisi lain, Bank Indonesia terus aktif bersinergi dengan berbagai pihak termasuk Pemda melalui berbagai program termasuk penguatan korporatisasi dan kelembagaan, pengembangan kapasitas produksi, maupun perluasan pasar UMKM pangan dikala pandemi.
“Pada tahun 2022 inflasi diprakirakan berada pada rentang sasarannya 3,0+1%. Prakiraan ini, utamanya disebabkan oleh permintaan domestik yang diprakirakan membaik dan transmisi harga global ke domestik yang berlanjut di tengah ekspektasi inflasi dan nilai tukar yang terjaga,” beber Tedy.
Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna menjaga inflasi sesuai kisaran targetnya.
“Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah tersebut terutama ditujukan untuk mengantisipasi risiko inflasi komoditas pangan strategis, baik pada kelompok VF maupun kelompok inti, dari kemungkinan adanya gangguan pasokan dan distribusi yang berasal baik dari global maupun domestik,” jelas Tedy.
Kebijakan moneter Bank Indonesia akan tetap konsisten dalam mengelola ekspektasi inflasi sesuai sasaran. Di samping itu, sinergi Bank Indonesia dan Pemerintah akan terus difokuskan untuk menjaga daya beli masyarakat sebagai bagian dari upaya mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).(**)