Menu

Mode Gelap

Ekonomi

Pantai Amal dan Masa Depan Ekowisata Hijau Kalimantan Utara


					Dekan Fakultas Ekonomi UBT, Dr. E. Mohamad Nur Utomo, S.E., M.Si. Foto: ist Perbesar

Dekan Fakultas Ekonomi UBT, Dr. E. Mohamad Nur Utomo, S.E., M.Si. Foto: ist

Pantai Amal yang terletak di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, merupakan salah satu kawasan pesisir yang menyimpan potensi luar biasa untuk dikembangkan sebagai destinasi ekowisata berkelanjutan. Dengan panorama alam yang indah, ombak yang relatif tenang, dan kekayaan budaya lokal seperti tradisi Iraw Tengkayu, kawasan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Tidak hanya itu, hasil laut seperti kerang kapah menjadi kekhasan kuliner yang dapat menjadi identitas gastronomi wilayah. Namun demikian, potensi tersebut dihadapkan pada berbagai tantangan serius, mulai dari pencemaran lingkungan akibat aktivitas budidaya rumput laut yang menghasilkan limbah plastik, hingga minimnya keterlibatan pelaku UMKM lokal dalam sistem pengelolaan pariwisata yang terstruktur dan berkelanjutan.

Pentingnya membangun ekowisata terletak pada prinsip dasarnya, yakni menjadikan wisata sebagai kegiatan yang bertanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan, memperkuat kesejahteraan masyarakat lokal, serta memberikan edukasi kepada wisatawan tentang pentingnya menjaga ekosistem.

width"250"

Ekowisata bukan sekadar menikmati keindahan alam, melainkan turut mengambil bagian dalam menjaga kelestariannya. Prinsip-prinsip ini menjadi sangat relevan ketika diterapkan di Pantai Amal, di mana masyarakat pesisir memiliki keterikatan langsung dengan sumber daya alam yang ada.

width"400"
width"450"
width"400"

Budidaya rumput laut yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat, dapat diubah menjadi pengalaman wisata edukatif, yang tidak hanya memperluas nilai ekonomis dari aktivitas tersebut, tetapi juga meningkatkan kesadaran ekologis baik bagi pelaku maupun pengunjung.

Peluang pengembangan ekowisata Pantai Amal sangat terbuka. Aktivitas budidaya rumput laut dapat dikemas sebagai atraksi wisata edukasi yang melibatkan wisatawan secara langsung dalam proses pembibitan, penanaman, hingga panen. Masyarakat, khususnya petani rumput laut, dapat didorong untuk berperan sebagai pemandu wisata dan edukator lingkungan.

width"300"

Produk khas seperti kerang kapah dapat diolah menjadi menu kuliner unik seperti sate kerang atau sup kerang khas Pantai Amal, yang kemudian menjadi bagian dari pengalaman wisata yang tidak terlupakan.

Dalam konteks ini, pelibatan UMKM menjadi krusial, tidak hanya dalam produksi kuliner, tetapi juga dalam pengembangan kerajinan tangan, pembuatan suvenir, dan pertunjukan seni pantai yang menampilkan kearifan lokal.

Agar potensi ini dapat berkembang optimal, diperlukan strategi yang memadukan pelestarian lingkungan dengan pemberdayaan ekonomi lokal. Salah satu pendekatan yang relevan adalah menetapkan zona konservasi di kawasan budidaya rumput laut yang sekaligus berfungsi sebagai lokasi wisata edukatif.

Kampanye kebersihan seperti “Pantai Amal Bebas Plastik” perlu digalakkan untuk mengurangi pencemaran laut. Pada saat yang sama, inovasi dalam penggunaan bahan ramah lingkungan untuk aktivitas budidaya, seperti pengganti pelampung plastik, harus terus dikembangkan.

Di sisi lain, pelaku UMKM perlu difasilitasi dalam bentuk pelatihan pengolahan produk turunan rumput laut seperti sabun, masker wajah, atau makanan ringan.

Digitalisasi UMKM juga menjadi kebutuhan mendesak agar produk lokal dapat dipasarkan melalui platform daring dan terhubung langsung dengan wisatawan. Kolaborasi antara universitas, pemerintah daerah, dan komunitas lokal dapat mendorong terciptanya ekosistem bisnis hijau berbasis masyarakat.

Pembangunan ekowisata di Pantai Amal memerlukan dukungan kebijakan yang bersifat lintas sektor. Pemerintah daerah perlu merancang tata ruang kawasan pantai yang mencakup zona konservasi, area edukasi wisata, dan pusat kegiatan ekonomi UMKM.

Kolaborasi antara Dinas Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Koperasi dan UMKM, akademisi, pelaku usaha, serta komunitas lokal harus diperkuat agar kebijakan yang dihasilkan mampu menjawab kebutuhan nyata di lapangan.

Transformasi dari kegiatan budidaya menjadi atraksi wisata akan mendorong pergeseran paradigma masyarakat dari sekadar penghasil komoditas menjadi pelaku aktif dalam ekosistem wisata berkelanjutan.

Pendidikan lingkungan, baik bagi masyarakat lokal maupun wisatawan, dapat difasilitasi melalui program seperti adopsi pantai atau pelatihan pengelolaan limbah. Produk lokal juga harus mendapatkan dukungan dalam bentuk akses pasar, pelatihan berkelanjutan, dan strategi branding agar mampu bersaing di pasar wisata.

Pantai Amal bukan sekadar garis pantai yang menawarkan keindahan visual, melainkan kawasan yang memiliki keterhubungan erat antara ekologi dan ekonomi masyarakat pesisir. Jika pembangunan kawasan ini hanya berorientasi pada eksploitasi ekonomi tanpa memperhatikan aspek pelestarian, maka daya tariknya akan cepat memudar.

Sebaliknya, jika dikelola dengan pendekatan kolaboratif, berbasis masyarakat, dan berpijak pada prinsip ekowisata, Pantai Amal berpotensi menjadi ikon pariwisata hijau yang membanggakan bagi Kalimantan Utara. Langkah konkret dan keseriusan semua pihak menjadi kunci untuk mewujudkan transformasi tersebut.

Penulis :

Dekan Fakultas Ekonomi UBT, Dr. E. Mohamad Nur Utomo, S.E., M.Si.

Artikel ini telah dibaca 69 kali

badge-check

Writer

Baca Lainnya

PT Pertamina EP Sangasanga Field dan Masyarakat Berkolaborasi Cegah Ancaman Banjir

16 Juni 2025 - 16:41

Sampai Mei 2025, Penerimaan Bea Cukai Tarakan Lebihi Target 

16 Juni 2025 - 14:23

Pantai Amal: Dari Gersang Menuju Ruang Wisata Kota

16 Juni 2025 - 12:27

Kolaborasi PTMB dan Pemerintah Pusat Tingkatkan Ketahanan Air di Balikpapan

16 Juni 2025 - 06:38

Gelar Sosialisasi, Doa Bersama, Hingga Santuni Anak Yatim, Kilang Pertamina Unit Balikpapan Siap Lakukan Pemeliharaan Berkala Kilang Balikpapan 1

15 Juni 2025 - 20:35

Kolaborasi Lintas Sektor Wujudkan Ekowisata Berkelanjutan di Pantai Amal Tarakan

15 Juni 2025 - 17:14

Trending di Daerah