Menu

Mode Gelap

Fokus

Sebaran Titik Panas Meluas, BMKG Minta Masyarakat Waspada Karhutla


					Danramil 01/Tartim Mayor Inf Sarwono , Kapolsek Tartim Iptu Barokah, Babinsa Kel Pantai Amal, Babinkamtibmas Pantai Amal, Trantib Kec Tartim Bp Wanton, Lurah Pantai Amal Bp Marthen Rombe, Personil Koramil 0907-01/Tartim, personil Polsek Tartim, Personil PMK Kota Tarakan 6 orang Melakukan Pemadaman Kebakaran Hutan di JL Amal Lama, Tarakan Rabu (6/8). Poto : Istimewa
Perbesar

Danramil 01/Tartim Mayor Inf Sarwono , Kapolsek Tartim Iptu Barokah, Babinsa Kel Pantai Amal, Babinkamtibmas Pantai Amal, Trantib Kec Tartim Bp Wanton, Lurah Pantai Amal Bp Marthen Rombe, Personil Koramil 0907-01/Tartim, personil Polsek Tartim, Personil PMK Kota Tarakan 6 orang Melakukan Pemadaman Kebakaran Hutan di JL Amal Lama, Tarakan Rabu (6/8). Poto : Istimewa

JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat utk tetap terus mewaspadai sebaran titik panas guna menghindari terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Berdasarkan hasil pemantauan selama dua minggu terakhir (25 Juli – 5 Agustus 2019) sedikitnya BMKG mengidentifikasi terdapat 18.895 titik panas di seluruh wilayah Asia Tenggara dan Papua Nugini.

Deputi Meteorologi BMKG, Prabowo mengungkapkan informasi titik panas tersebut dianalisis oleh BMKG berdasarkan citra Satelit Terra Aqua (LAPAN) dan Satelit Himawari (JMA Jepang). Peningkatan jumlah titik panas ini, menurutnya diakibatkan kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering sehingga mengakibatkan tanaman menjadi mudah terbakar. Kondisi tersebut perlu diperhatikan, agar tidak diperparah dengan maraknya pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan cara membakar.

”BMKG terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), BNPB, Pemerintah Daerah (BPBD), Instansi terkait, dan masyarakat luas untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran lahan dan hutan, bahaya polusi udara dan asap, potensi kekeringan lahan dan kekurangan air bersih,” ujar Prabowo, Selasa (6/8/2019).

Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan BMKG, menunjukkan adanya trend titik panas meningkat di berbagai wilayah ASEAN, terpantau mulai 25 Juli 2019 sebanyak 1395 titik meningkat menjadi 2441 pada tanggal 28 juli 2019. Kemudian titik panas mulai menurun pada tanggal 29 Juli 2019 menjadi sebanyak 1782 titik, dan menjadi 703 titik pada tanggal 1 Agustus 2019. Jumlah titik panas meningkat kembali menjadi 3191 pada tanggal 4 Agustus 2019, titik panas tersebut terkonsentrasi di wilayah Riau, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat, bahkan juga terdeteksi di Serawak (Malaysia), Thailand, Kamboja, Vietnam, Myanmar, dan Filipina.

Pada musim kemarau, pola angin dominan berasal dari arah Tenggara, hal ini mendorong arah penyebaran (trayektori) asap melintasi perbatasan wilayah Indonesia (transboundary haze). Kondisi tersebut telah diantisipasi dalam bentuk informasi peringatan dini berupa monitoring sebaran asap dan prediksi zona kemudahan terbakar, dengan menggunakan Fire Danger Rating System (FDRS) sampai 7 hari ke depan untuk wilayah ASEAN.

”Dalam sistem tersebut terdapat peta prakiraan tingkat kemudahan terjadinya kebakaran berdasarkan unsur cuaca untuk wilayah Asia Tenggara. Dalam seminggu kedepan (6 – 12 Agustus 2019) wilayah Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Filipina, Thailand, Malaysia, dan sebagian kecil Myanmar, Vietnam, Laos masuk kategori diprediksi “Sangat Mudah” terjadi kebakaran,” paparnya.

saat ini sebagian besar wilayah Indonesia dan beberapa wilayah di ASEAN sedang mengalami musim kemarau (monsun Australia) dimana pola angin secara umum berasal dari arah Tenggara yang bersifat kering. Selain itu, kondisi musim saat ini juga dipengaruhi oleh kondisi anomali suhu permukaan laut di perairan Indonesia yang negatif khususnya di selatan ekuator, El Nino dengan intensitas lemah yg berlangsung dari akhir 2018 saat ini menuju kondisi netral, serta Indian Ocean Dipole Mode yang saat ini bernilai positif. Hal ini mengakibatkan musim kemarau tahun ini lebih kering dari tahun 2018, dan kondisi lahan khususnya gambut secara potensi menjadi mudah terbakar.

“Kondisi kering itu diikuti oleh kemunculan hotspot yang dapat berkembang menjadi kebakaran hutan dan lahan yang pada akhirnya menimbulkan asap dan penurunan kualitas udara. Untuk itu diperlukan kewaspadaan dan langkah antisipatif untuk meminimalisir dampak,” imbuhnya. (*/aii).

Artikel ini telah dibaca 39 kali

badge-check

Writer

Baca Lainnya

Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, PT Pertamina EP Bunyu Field Kampanyekan Upaya Penghentian Polusi Plastik

30 Juni 2025 - 18:45

Kota Hijau, Kota Rakyat: Dua Proyek Baru IKN Wujudkan Komitmen Pembangunan Holistik

27 Juni 2025 - 07:31

Dukung Keberlanjutan Lingkungan, Kilang Pertamina Unit Balikpapan Sabet Penghargaan TJSL dan CSR Awards 2025

26 Juni 2025 - 20:47

Merekam Jejak Awal Nusantara: 840 Petugas Dikerahkan untuk Pendataan Strategis

26 Juni 2025 - 11:26

Derap Sinergi PT KPI Unit Balikpapan dan Warga Giri Mukti Untuk Wujudkan Kemandirian Pangan

25 Juni 2025 - 20:31

HKTI Akan Gelar Munas, Sinyal Penyatuan Dua Kubu Menguat

25 Juni 2025 - 12:57

Trending di Daerah