JAKARTA – Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri menilai, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2020 seperti dipaksakan. DPD RI juga menyatakan sikap, menolak pelaksanaan Pilkada Serentak tersebut.
Wakil Ketua Komite 2 DPD RI Hasan Basri mengatakan WHO telah menyatakan Covid-19 sebagai pandemi global yang belum dapat diprediksi kapan pandemi tersebut akan berakhir, bahkan pemerintah telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020, dan sampai saat ini status tersebut masih berlaku.
“Mungkinkan ini dapat dilaksanakan, sampai sekarang KPU RI belum membuat draf pedoman atau SOP terhadap Covid-19 disaat Pemilu. Kita ketahui bersama saat tidak terjadi Covid saja, kurang lebih penyelengga Pemilu hampir 500 an orang meniggal karena berbagai persoalan,†kata Senator Hasan Basri saat menjadi narasumber web seminar yang diselenggaraan Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan dengan tema “Pelaksanaan Pengawasan Pilkada Dimasa Pandemiâ€, Kamis (11/6/20).

Hasan mengatakan, pandemi Covid-19 telah berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia. Selain itu, Pilkada Serentak yang akan melibatkan 270 daerah serta kurang lebih jumlah pemilih sebanyak 105 juta orang pemilih, sangat rentan mengancam keselamatan jiwa pemilih dan penyelenggara Pemilu. Saat ini, jumlah korban yang terinfeksi Covid-19 masih terus bertambah, serta belum menunjukkan kecenderungan akan melandai apalagi berakhir.


“Lalu kira-kira bagaimana, disamping menghadapi virus juga penyelenggaraan Pemilu hampir sama. Kira-kira KPU mau pakai yang mana, pengawasan Bawaslu mau pakai yang mana apakh dengan undang-undang ini atau PKPU yang ada. Seharusnya karena ini kondisi Covid-19, UU No 2 Tahun 2020 mencantumkan tentang Covid ini. Kami tidak tahu pemikiran Pemerintah, DPR RI dan KPU RI. Kelihatannya Pilkada ini seperti dipaksakan untuk dilaksanakan pada 9 desember 2020,†ujar Senator dari Dapil Kaltara.
Hasan menjelaskan, anggaran penyelenggaraan Pilkada Tahun 2020 yang telah disepakati oleh KPU bersama 270 kepala daerah melalui naskah perjanjian hibah daerah sebesar Rp. 9.9 triliun, tentu akan sangat bermanfaat bagi daerah apabila dapat digunakan untuk penanganan pandemi dan pemulihan dampak covid-19 bagi masyarakat daerah. Pengajuan tambahan anggaran pelaksanaan Pilkada Tahun 2020 oleh KPU sebesar Rp. 535,9 miliar di tengah kondisi pandemi ini, akan sangat memberatkan keuangan negara. Belum pula terhitung penambahan anggaran yang dibutuhkan oleh 270 daerah untuk kebutuhan pelaksanaan Pilkada dengan protokol Covid-19.
“Penyelenggaraan Pilkada termasuk tahapannya ditengah pandemi corona, dikhawatirkan akan merusak makna dan kualitas demokrasi sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, karena tidak memperhatikan aspek sosiol-ekonomi dan kesehatan masyarakat,†tambah alumni Magister Universitas Borneo Tarakan.

Hasan menegaskan, berdasarkan pertimbangan tersebut, melalui Komite I DPD RI yang bermitra kerja dengan Kementerian Dalam Negeri menyatakan sikap menolak pelaksanaan Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020. DPD RI meminta Pemerintah untuk melakukan evaluasi kembali terkait dengan penetapan pelaksanaan Pilkada serentak.
“Penolakan ini akan disampaikan dalam rapat paripurna 16 Juni 2020 nanti. Dalam kondisi Pandemi Covid-19, Pemerintah, DPR RI, dan KPU RI agar memperhatikan doktrin yang diterima secara universal, yaitu “salus populi supreme lex esto†yakni agar keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara,†tegas Wakil Komite II DPD RI
DPD RI meminta kepada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri RI, agar dalam setiap pembahasan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR RI, untuk melibatkan DPD RI sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.(mt)