TARAKAN – Anggota DPD RI Hasan Basri menilai, rancangan undang-undang (RUU) Omnibus Law banyak menghilangkan kewenangan pemerintah daerah. Menurutnya, banyak kewenangan perijinan di pemerintah daerah ditarik ke pemerintah pusat.
Sebagai Wakil Ketua Komite 2 DPD RI dan Koordinator tim panja (Timja) rancangan undang-undang omnibus law Hasan Basri mengatakan, Komite 2 menarik diri dari pembahasan bab 3 dikarenakan hampir semua pasal yang ada di bab 3, menarik hampir semua kewenangan daerah ke pusat. Sebagai perwakilan daerah, DPD RI minta kewenangan yang ada di daerah untuk tetap di akomodir.
“Contoh NIB (nomor induk berusaha) bayangkan penjual kaki lima gerobak UMKM seperti bakso, bakwan gorengan harus memuat NIB. Nah syarat membuat NIB salah satunya di samping KTP, KK adalah harus punya NPWP. Pemerintah bilang NPWP ini gratis, benar gratis apa penjual bakso, penjual bakwan harus menunggu NIB dulu harus berjualan,†kata Senator dari Dapil Kaltara, (1/8/20).

HB menjelaskan, NIB yang mengeluarkan harus pemerintah pusat dan lama waktu penerbitannya juga belum diketahui. “Nah itu menjadi persoalan sendiri, maka saya bilang kenapa kita tidak serahkan ke daerah setempat. Apa gunanya Dinas Perdagangan setempat,†ujar alumni Magister Universitas Borneo Tarakan.



Lebih lanjut HB menjelaskan, keberadaan RUU omnibus law juga menjadi polemik di masyarakat. Selain RUU omnibus law, masih banyak undang-undang tentang pemerintah daerah bakal dihabisi.
“Kita udah tahu seperti UU minerba, saya salah satu yang menolak tapi sudah mau diapain. Kami sudah bersurat, agar pimpinan DPD RI khususnya Komite 2 untuk menolak dan tidak ikut pembahasan omnibus law karena semua kewenangan dikembalikan kepada pusat,†tegas Pimpinan Komite 2 DPD RI.

Menurutnya, hampir semua model perijinan tidak ada lagi di daerah dan semua sudah kembali ke pemerintah pusat. Padahal skala perijinan ada kecil, menengah dan besar, semuanya nanti pusat yang mengeluarkan tidak ada pemerintah daerah.
“Padahal kan kita pikir sudah lah yang kecil ini menjadi kewenangan daerah, sehingga lebih mudah dan pemerintah daerah memahami rakatnya. Pemerintah pusat harusnya hanya regulasi, makanya kita tetap menolak dan penolakan ini sudah disampaikan setelah pertemuan dengan Menko Perekonomian,†ungkap HB. (mt)