TARAKAN – Belasan Calon Pekerja Migran Indonesia nonprosedural atau PMI Ilegal diamankan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam operasi bersama Satgas BAIS TNI, di perairan Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
Direktur Operasi Laut Deputi Operasi dan Latihan Bakamla RI, Laksamana Pertama TNI Octavianus Budi Susanto, menjelaskan penggalan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berawal dari pemantauan petugas di KM Bukit Siguntang pada Rabu 14 Mei dari Tarakan menuju Nunukan, dan hasilnya terindikasi ada belasan orang Calon PMI nonprosedural sebanyak 25 orang 14 laki-laki dan 11 orang perempuan.
“Ada 17 CPMI yang kita amankan, 12 laki-laki dan 5 perempuan. Lalu terdapat 8 orang kabur 2 laki-laki dan 6 perempuan saat hendak dibawa ke BP3MI namun identitas mereka sudah dipegang tim gabungan,” jelasnya, dalam pres release, di Stasiun Bakamla Tarakan, Jumat (16/5/2025).
Selanjutnya, CPMI nonprosedural menjalani proses verifikasi dan pendataan resmi di bawah koordinasi Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kaltara yang berkedudukan di Nunukan.
“Bakamla RI dan Satgas akan terus mengawal jalannya penanganan kasus ini secara intensif,” sambungnya.
Saat ibu Bakamla RI melaksanakan operasi gabungan mulai Mei sampai satu tahun kedepan di dalam forum KKPH yang koordinator nya adalah Kemenpolhukam.
Semua instansi dan lembaga dibawah Koordinator Kemenpolhukam semuanya masuk dalam operasi gabungan, sasarannya adalah semua kegiatan penyelundupan baik PMI Ilegal, Ballpress, barang ilegal, narkoba dan lainnya.
Sementara itu, Usman Affan, Admin BP3MI Kaltara, mengatakan operasi gabungan ini sangat membantu memperkuat institusi BP3MI karena lemahnya kendala personil dan kewenangan di lapangan untuk melakukan tindakan pencegahan.
“Jadi dengan terbantunya teman-teman rekan-rekan dari institusi aparat keamanan baik itu TNI, Polri dan termasuk Bakamla Alhamdulillah sangat membantu kami dalam upaya-upaya kami untuk mencegah saudara-saudara kita yang dimanfaatkan oleh cukong-cukong, majikan ada yang ada di Sabah Malaysia,” katanya.
Lebih lanjut, Ia mengungkapkan bahwa Kaltara bukan kantong CPMI, paling banyak berasal dari Nusa Tenggara Timur dan dan Prov. Sulawesi Selatan dmajikan di Malaysia sangat menyukai pekerja migran ilegal karena tidak mengikuti prosedur dan tidak memiliki perjanjian kerja seperti dalam undang-undang RI Nomor 18 tahun 2027 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia.
“Ada tiga segmen yang harus diperkuat di situ yaitu pertama sebelum bekerja, selama bekerja dan purna bekerja atau setelah bekerja itu dalam perlindungan dari negara,” tegasnya.
Usman mengatakan, Kaltara bukan sebagai kantong pekerja imigran, Kaltara hanya sebagai entry point atau titik perlintasan penyeludupan tenaga kerja imigran Indonesia nonprosedural.
“NTT dan Sulawesi Selatan merupakan kantong pekerja CPMI terbesar, Kaltara hanya sebagai entry poin, atau perlintasan,” katanya.
Terkait dengan CPMI yang diserahkan ke BP3MI saat ini di tampung di Shelter BP3MI Kaltara di Nunukan dan mendapatkan tempat tinggal, makan tiga kali sehari, serta fasilitas kesehatan hingga rujukan.
Apakah dipulangkan? BP3MI Kaltara sebut ada berapa opsi pertama membantu korban untuk menjadi pekerja resmi, kemudian menawarkan pekerjaan di perusahaan – perusahaan yang di Nunukan dan opsi terakhir dikembalikan ke daerah asal. (ary)