Sebenarnya saya sedih menulis cerita ini. Tidak tahan membayangkan, betapa beratnya perjuangan untuk bertahan hidup. Apalagi penderitaan itu dialami seorang perempuan.
Tulisan ini saya persembahkan untuk Lloydia Primadonawati. Senin (6/2/23) besok, Ia akan berjuang sendirian di meja operasi RSUD Tarakan, Jakarta.
Saya memanggilnya Loly. Ia kelahiran 22 Januari 1974. Kini usianya 49 tahun. Ibu dari tiga anak. Farial Wahyu Nibras Utami, alumni Universitas Indonesia. Fairuz Nurul Syahidah baru lulus SMA Hangtuah dan si bontot Ahmad Fahri Al Hasidin kelas 5 SD.
Kini, tiga anak itu sedang diliputi perasaan harap-harap cemas. Yah, Ibu mereka harus menghadapi cobaan untuk kesekian kalinya. Loly, bakal dioperasi untuk mengangkat kanker di payudaranya.
Bagi Loly ini adalah perjuangan panjang. Jalan hidupnya berubah seketika di bulan Oktober 3 tahun lalu. Saat itu, Loly mengalami menstruasi dua bulan berturut-turut. Sesuatu yang tidak biasa. Awalnya dia berfikir datang bulan itu hanya fase memasuki pra menepouse. Karena Loly tidak merasa sakit apa pun di perut atau organ intimnya.
Untuk meyakini penyebabnya –bersama suami, Loly memeriksakan diri ke dr Refinaldi Sp.OG. Alangkah terkejutnya Loly, dokter mendiaknosa ada kista sepanjang 5 centimeter di rahimnya.
“Saya mencari second opinion. Seminggu kemudian saya ke dr Ngurah, untuk meyakinkan apakah betul ada kista atau perubahan siklus menstruasi,” kisah Loly.
Ternyata, dalam waktu seminggu itu kistanya berkembang cukup pesat. Panjangnya menjadi 15 centimeter. Itu hasil temuan dr Ngurah menggunakan alat. Petualangan Loly pun dimulai. Ia disarankan untuk segera melakukan operasi angkat rahim. Sebenarnya, operasi pengangkatan rahim bisa dilakukan di Tarakan. Namun, dr Ngurah menyarankan agar dilakukan di Jakarta saja. Mengingat di RSUD Tarakan kini RDUD dr Jusuf SK tidak memiliki fasilitas kemoterapi.
Berangkatlah Loly ke Jakarta. Kondisinya sudah sangat lemah. Perutnya mulai gembung, seperti sedang hamil. Di pesawat pun sudah harus menggunakan kursi roda. Loly berharap di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) bisa segera di operasi.
Selama di Jakarta, Loly menumpang di kos anaknya di Depok, Jawa Barat. Jadi setiap hari, dia harus menempuh perjalanan bolak-balik Depok-RSCM menggunakan ambulan.
Loly beruntung. Ditengah kesulitannya itu, dia mendapatkan bantuan ambulan geratis milik Yayasan Ampera.
Ternyata di RSCM prosesnya tidak semudah yang Ia bayangkan. Datang, perlihatkan surat rujukan, Medical Chek Up, RMI, lantas operasi. Apalagi saat itu Covid-19 sedang ganas-ganasnya. Loly tak kunjung mendapat slot operasi.
Ia mahfum. RSCM adalah rumah sakit rujukan seluruh Indonesia. Banyak pasien harus mengantre. Bahkan, untuk sekadar pasang kateter untuk jantung saja, pasien bisa menunggu hingga 3 bulan.
Loly mulai gelisah. Apalagi kondisi fisiknya semakin lemah. Loly seperti sedang mengandung. Perutnya terus membesar. Ia pun berpraduga, mungkin karena dia menggunakan fasilitas BPJS.
Karena ingin cepat ditangani, Loly menggunakan jalur umum. Yang sekali konsultasi bisa sampai 10 juta rupiah. Untuk membiayai itu, Loly terpaksa menjual rumahnya di Griya Persemaian. Suaminya pun mengalah. Sang suami terpaksa tidur di kantor setiap malam. Demi kesembuhan istrinya.
Ternyata uang hasil jual rumah itu habis untuk membiayai hidupnya selama di Jakarta. Dia harus bolak-balik ke RSCM. Namun, Loly tak kunjung dioperasi. Sementara, fasilitas kesehatan yang dibiayai BPJS habis. Loly mulai panik. Tidak mungkin biayanya selama di Jakarta menggunakan uang pribadi hasil jual rumah.
Salah satu jalan Loky harus kembali ke Tarakan mengurus perpanjang Faskes BPJS. Dan itu sangat tidak mungkin. Siapa yang membiayai kepulangannya? Ditambah kondisi fisiknya semakin lemah.
Loly beruntung memiliki Farial Wahyu, anak pertamanya itu yang menyarankan memindahkan Faskes ke Jakarta. Farial mulai mengurus proses administrasi. Dipilihlah Kelurahan Menteng, Jakarta Pusat karena dekat dengan RSCM.
Disinilah tangan Tuhan mulai bermain. Mungkin Tuhan kasihan melihat kegigihan Loly dan keluarganya. Pada saat pengurusan administrasi itu ada kesalahan penulisan domisili. Bukan Kelurahan Menteng tapi Cikini. Jadinya, rumah sakit rujukan Loly berubah. Awalnya RSCM, kini menjadi RSUD Tarakan. Rumah Sakit ini milik Pemerintah Provinsi DKI. Letaknya di Jalan Tarakan, Jakarta Pusat.

Lloydia Primadonawati politisi PDIP yang kini berjuang melawan kanker. Foto : Ist
Unik memang. Loly adalah perempuan kelahiran Tarakan. Kini nasibnya pun ditentukan di Tarakan. Nama yang identik dengan tempat kelahirannya.
Disinilah Tuhan mempertemukan Loly dengan dr Unedo SpOG.K.ONK. Dokter yang luar biasa. Dia bagaikan malaikat penolong bagi Loly. Di pertemuan pertama itu, Loly langsung mendapat slot operasi. Sebuah tindakan medis yang telah lama dia tunggu.
“Aku gak tau, berapa orang yang sudah terjadwal operasi aku lewati. Mungkin Tuhan kasian liat aku. Dia mengutus dokter Unedo, untuk memperlihatkan kepada umatnya selama kita sabar pasti selalu ada jalan,” cerita Loly.
Operasi yang harusnya melalui sejumlah tahapan medical chek up itu diabaikan tim dokter. Mengingat, kondisi kesehatan Loly yang kritis. Ia dimasukan pasien kategori emergency. Hasil medical chek up menggunakan data-data kesehatan hasil dari RSCM tiga bulan sebelumnya. Operasi itu hanya menggunakan syarat negatif Covid-19.
24 Desember 2020 adalah hari penentuan bagi Loly. Ia pasrah. Kalau hari itu adalah hari terakhir hidupnya Ia ikhlas. Loly merasa sudah berusaha maksimal. Tinggal Tuhan saja. Apakah Tuhan memilih ingin cepat bermanja-manja dengannya. Atau membiarkannya tetap hidup lagi di dunia.
Hari dan jam yang sudah ditentukan, Dokter Unedo dan tim bersiap di meja operasi. Tubuh Loly dimatikan sementara. Ada satu yang mengharukan dari tim dokter Loly saat operasi itu. Salah seorang dokter harus berjibaku mengangkat kanker Loly di malam Natal.
Harusnya, dokter itu berlibur bersama kelurganya seminggu sebelum Natal. Atau menjalankan ibadah Natal yang syahdu. Namun, dokter itu memilih menyelamatkan nyawa manusia. Seorang ibu rumah tangga biasa. Bukan saudara seiman. Tapi saudara sesama ciptaan Tuhan.
Malam itu, rahim Loly diangkat. Termasuk kedua indung telurnya. Tidak itu saja, usus buntu dan sebagian ususnya dipotong. Organ-organ itu telah dikuasai sel-sel kanker. Organ yang selama ini membuatnya meregang nyawa. Menyebabkan dirinya tinggal terpisah dari keluarga. Dan menguras seluruh harta bendanya.
Di malam Natal itu, Loly bagaikan hidup kembali. Rahimnya sudah bersih dari kanker. Sebagai perempuan, Ia sudah tidak sempurna lagi. Namun, baginya apalah arti seonggok rahim dibandingkan pelukan suami dan keluarga kecilnya.
Rahim telah diangkat, bukan berarti perjuangan Loly untuk sembuh berakhir. Dia masih harus menjalani tahapan medis berikutnya. Yakni kemoterapi sebanyak 6 kali.
Bagi survivor kanker, kemoterapi adalah perjuangan tersendiri. Penderitaannya sangat berat. Yang pasti, Loly bakal kehilangan rambut indahnya. Kulitnya pun akan menua. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi fisik Loly selama menjalani kemoterapi.
Dulu, saat mengenal Loly pertama kali, dia seorang wanita yang manis. Kulitnya putih. Pipinya cabi, hidungnya mungil, alisnya bagai semut berbaris. Bicaranya ceplas-ceplos. Dia cukup lincah dan aktif. Sampai akhirnya, Loly direkrut PDI Perjuangan sebagai Caleg Provinsi Kalimantan Utara, Dapil Tarakan tahun 2018.
Dia bukan Caleg biasa. Loly mengantongi kartu anggota PDI Perjuangan. Nomor 657-1011-00522-017-4001. KTA itu, ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Namun, selama sakit, Loly menggambarkan dirinya bagaikan seekor banteng yang berjuang sendirian untuk bertahan hidup. Kemana banteng-banteng yang lain?
“Aku gak mau memberatkan kawan-kawan di partai. Selama aku mampu, aku akan terus berjuang. Tidak ada banteng yang menyerah. Banteng itu harus bertarung sampai titik darah penghabisan,” ujar Loly sambil terisak.
Sebagai kader banteng, Loly bukan lagi berjuang di ranah politik mengalahkan lawan-lawan PDI Perjuangan. Lawannya kini adalah sel-sel kanker yang terus tumbuh. Sel itu sekarang menggerogoti payudaranya.
Ternyata, 6 kemoterapi itu masih menyisakan sebagian kecil sel kanker. Sel itu mulai bersarang di payudaranya. Mungkin Tuhan masih yakin Loly akan mampu mengalahkan sel-sel kanker itu. Dia bakal diuji Senin esok. Payudaranya akan diangkat.
Hari Sabtu sore saya menelepon Loly. Suaranya serak. Nafasnya tersengal-sengal. Ia meminta doa agar mampu melewati masa-masa kritis. Saya tidak tahan mendengar suaranya. Loly selalu menarik nafas panjang sebelum bicara.
Tak terasa air mata saya menetes. Tergambar betapa beratnya perjuangan Loly. Tak habis cobaan demi cobaan Ia hadapi. Satu per satu organ vitalnya diangkat. Organ itu kini digantikan oleh semangat hidup tanpa kenal menyerah.
Lloydia Primadonawati. Kamu jangan menyerah ya.(Pai)