Menu

Mode Gelap

Opini · 16 Agu 2025

Kemerdekaan Tanpa Kepalsuan


					Bahar Mahmud, S.Pd, Gr  Guru SMAIT Ulul Abab Tarakan. Foto: ist Perbesar

Bahar Mahmud, S.Pd, Gr Guru SMAIT Ulul Abab Tarakan. Foto: ist

(Sebuah Refleksi di Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke 80 ditulis ditengah Keheningan malam, dan Rintikan Hujan)

Sudah delapan puluh tahun Indonesia merdeka. Namun kata sejahtera masih saja sering menjadi slogan yang indah di telinga, tetapi hampa di kenyataan. Sebuah kata yang kerap dibanggakan, namun sebagian kebijakan justru mengabaikannya. Rakyat dibuai janji-janji manis yang memabukkan, sementara fakta di lapangan sering berkata sebaliknya. Pajak ditarik berkali-kali lipat atas nama percepatan pembangunan, namun kesejahteraan yang dijanjikan seolah selalu berada di ujung jalan.

width"300"
width"300"
width"300"
width"300"

Rakyat diminta untuk bersatu, tetapi para pejabat justru mempertontonkan perpecahan. Kita diajak percaya pada retorika yang dibungkus rapi, seakan-akan itu kebenaran, padahal di baliknya tersimpan kepalsuan. Janji kemerdekaan yang seharusnya membawa kesejahteraan kini terasa seperti peta yang kehilangan arah tujuannya mulia, tetapi jalannya penuh belokan membingungkan.

width"400"
width"400"
width"200"
width"300"
width"400"
width"400"
width"400"

Seperti yang diingatkan Bung Hatta, “Kemerdekaan hanyalah jembatan, sedangkan tujuan kita adalah masyarakat yang adil dan makmur.” Jika kesejahteraan belum menjadi kenyataan, berarti kita masih tertahan di tengah jembatan itu terjebak antara mimpi dan kenyataan.

width"300"
width"400"
width"400"
width"400"
width"400"
width"400"
width"400"
width"400"
width"400"

Delapan dekade kemerdekaan seharusnya menjadi tonggak kedewasaan bangsa, bukan panggung sandiwara yang meninabobokan rakyat dengan kata-kata indah namun kosong. Rakyat bukan sekadar penonton drama politik, tetapi pemilik sah negeri ini yang berhak mendapatkan kenyataan, bukan sekadar cerita.

Kemerdekaan bukan hanya bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas dari kemiskinan, kebohongan, dan ketidakadilan. Jika slogan sejahtera hanya sebatas tulisan di baliho dan pidato peringatan, maka kemerdekaan ini baru sebatas kulitnya, belum menyentuh isinya. Kita seolah memiliki rumah besar, namun dindingnya rapuh dan atapnya bocor.

width"400"
width"400"

Bung Karno pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Kata-kata ini kini terasa sangat relevan, sebab musuh kita bukan lagi tentara asing, melainkan mentalitas serakah, korupsi, dan politik kepentingan sempit yang menggerogoti sendi-sendi negara.

Gus Dur pun mengingatkan, “Tidak penting apapun agama atau sukumu… kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah bertanya apa agamamu.” Pesan ini sejalan dengan tema HUT Kemerdekaan RI ke-80: Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju. Kemerdekaan sejati lahir dari keadilan dan persaudaraan, bukan dari kepentingan kelompok.

Maka di usia ke-80 tahun kemerdekaan ini, mari kita wujudkan cita-cita yang sesungguhnya: Bersatu tanpa kepalsuan, Berdaulat tanpa kompromi, Rakyat Sejahtera bukan sekadar cerita, dan Indonesia Maju bukan sekadar dialektika.

Kemerdekaan adalah amanah, bukan hadiah. Ia lahir dari darah, air mata, dan doa generasi terdahulu. Pertanyaan yang harus kita jawab bersama adalah: Apakah kita sudah mengisi kemerdekaan ini dengan kerja nyata, kejujuran, dan keberpihakan pada kebenaran? Ataukah kita hanya membiarkan kemerdekaan menjadi nama besar yang kosong, sementara rakyat masih berjuang untuk hal-hal yang seharusnya sudah menjadi hak mereka sejak 80 tahun lalu?

Indonesia maju tidak akan lahir dari rakyat yang pasrah, dan kesejahteraan tidak akan datang dari pemimpin yang lupa akan amanahnya. Seperti pesan Tan Malaka dalam Menuju Republik Indonesia, “Ideal kita bukanlah kemerdekaan politik saja, melainkan kemerdekaan yang disertai kemakmuran rakyat.”

Kini, tugas kita bukan hanya mengenang perjuangan, tetapi juga melanjutkannya. Mulailah dari hal sederhana: jujur dalam profesi, adil dalam tindakan, dan peduli pada sesama. Hanya dengan kesadaran bersama, kerja keras yang tulus, dan keberanian menegakkan kebenaran, kita bisa berkata dengan bangga Indonesia benar-benar merdeka.

Selamat ulang tahun, Indonesiaku. Aku percaya, suatu saat nanti, kita akan sampai pada tujuan kemerdekaan yang sejati.

Penulis : Bahar Mahmud, S.Pd, Gr

Artikel ini telah dibaca 40 kali

badge-check

Writer

Baca Lainnya

Teguh untuk meneguhkan PWI

10 Agustus 2025 - 20:27

Dari Sipadan–Ligitan ke Ambalat: Pelajaran Pahit dan Tantangan Diplomasi Kini

9 Agustus 2025 - 10:56

Akankah Mangrove Tarakan menjadi Tragedy of the Commons?

31 Juli 2025 - 08:09

Kawasan Industri Siap Bangun: Kunci Daya Saing Investasi Kota Tarakan

29 Juli 2025 - 08:52

BI Kaltara dalam Meningkatkan Penggunaan QRIS di Daerah Wisata

24 Juli 2025 - 11:12

Menuju Tarakan Modern Melalui Utilitas Terpadu,

21 Juli 2025 - 18:28

Trending di Opini