TARAKAN, Fokusborneo.com – Proyeksi penurunan drastis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) untuk tahun 2026 tidak menyurutkan komitmen Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk melanjutkan pembangunan sekolah menengah atas (SMA) yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Anggaran Kaltara diperkirakan berkurang hingga Rp917 miliar, turun dari Rp3,1 triliun pada tahun 2025 menjadi sekitar Rp2,2 triliun di tahun 2026. Penurunan ini membuat posisi APBD saat ini cenderung bersifat defensive (bertahan).
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kaltara, Syamsuddin Arfah, menegaskan sejumlah proyek fisik di sektor pendidikan tetap menjadi prioritas dan harus terus berjalan.
”Ada beberapa pembangunan yang memang tetap harus jalan, misalnya pembangunan SMA di KTT (Kabupaten Tana Tidung), ada SMA di Nunukan, ada satu juga SMA Negeri 5 Kota Tarakan, itu 2026,” ujar Syamsuddin, Kamis (20/11/25).
Ia menyoroti pembangunan tiga sekolah tersebut merupakan kebutuhan proporsional yang harus dilakukan.
”Tapi saya berharap SMA 5 ini, khususnya 3 sekolah yang dibutuhin itu, saya berharap itu tetap jalan lah. Karena itu memang dibutuhkan secara proporsional itu memang harus dilakukan,” Syamsuddin Arfah.
Meskipun pagu anggaran dinamis dan berpotensi kembali turun, Syamsuddin Arfah mendesak Dinas Pendidikan dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk melakukan percepatan proses teknis, terutama pelelangan.
Ia berharap proses teknis pelelangan dapat dilakukan lebih awal, yakni di bulan Februari, dan tidak menunggu hingga bulan Mei atau Juni. Tujuannya agar target penyelesaian pembangunan fisik selama satu tahun dapat tercapai.
Secara khusus, Syamsuddin Arfah menekankan pentingnya penyelesaian pematangan lahan untuk SMA Negeri 5 Kota Tarakan.
Hal ini, krusial karena penyelesaian pematangan lahan merupakan prasyarat agar pemerintah pusat, melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dapat menurunkan anggaran pembangunan fisiknya dari APBN.
”Pematangan itu harus kelar. Terus setelah pematangan dan lain sebagainya kan baru dari APBN melalui Kementerian Pendidikan itu, mau menurunkan anggaran selama semua persoalan itu selesai,” jelasnya.
Syamsuddin mengakui kondisi fiskal yang turun drastis membuat banyak OPD mengambil sikap defensive atau bertahan.
”Posisi saat ini OPD itu lebih kepada sifatnya defense selama APBD turun. Mereka hanya bertahan saja dalam kondisi saat ini,” ungkapnya.
Dengan proyeksi sisa kekuatan anggaran di luar belanja wajib seperti gaji yang minim, Syamsuddin berharap pembangunan sekolah yang vital tetap dapat diselamatkan dan menjadi fokus utama di tengah keterbatasan fiskal daerah.(*/mt)














Discussion about this post