TARAKAN – Dengan menghadirkan OPD terkaitnya, dalam hal ini Biro Hukum, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), serta Dewan Pendidikan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), Kamis (10/3/22), DPRD Provinsi Kaltara menggelar rapat pembahasan tentang Raperda penyelenggaraan pendidikan.
Raperda ini sendiri merupakan inisiatif dari DPRD. Pertemuan diselenggarakan di Swissbel Hotel Tarakan.
Ketua Pansus IV DPRD Kaltara Syamsuddin Arfah mengatakan, Raperda ini sudah dilengkapi tentang kajian naskah akademis pada 2019 lalu.

Selain penyelenggaraan pendidikan, oleh Pansus 4 juga dibahas Raperda tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dimana Raperda ini merupakan prakarsa pemerintah daerah.



Dikatakan Syamsuddin, untuk rapat perdana pembahasan Raperda ini antara lain adalah untuk penyamaan persepsi terhadap stakholder terkait tentang mekanisme pembahasan draf Raperda dan legal drafting.
“Hal lainnya, kita bahas juga terkait wewenang untuk provinsi. Utamanya berhubungan dengan Raperda ini. Tinjauan baik filosofis, yuridis, serta conten dan substansinya,” kata politisi PKS itu.

Pembahasan berikutnya, lanjut dia, akan dilakukan pada rapat Senin depan. Di mana nanti akan dipaparkan tentang kajian akademis.

Sesuai hasil pertemuan, dari Pansus DPRD menyampaikan beberapa hal. Di antaranya, harapan keberadan Peraturan Daerah (Perda) Penyelenggaraan Pendidikan ini nantinya dapat menjawab berbagai persoalan-persoalan pendidikan di Provinsi Kaltara.
Dimana untuk mengetahui keberhasilan pendidikan yang ada di daerah, dapat dilihat dari angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM). Untuk APK Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat berdasarkan data yang ada, pada tahun 2018 tercatat sebesar 85,3 %, Sedangkan APM sebesar 59,6 %.
“Meskipun perkembangan APK SMA sederajat kurun waktu 3 tahun di Kaltara terus mengalami peningkatan, yakni tahun 2017 sebesar 80.8 %, kemudian 82.83 % (tahun 2018) dan 86.86% (2019), tetapi hal ini tidak berbanding lurus dengan APM, yakni 56.52 % (tahun 2017), naik 62.08 % (tahun 2018) tapi turun kembali menjadi 59.92 % (tahun 2019),” tegas Syamsuddin.
“Terlebih hasil pemetaan mutu yang dilakukan oleh LPMP, dari delapan jenis penilaian standar nasional, mutu pendidikan hanya sebagian yang dapat dipenuhi, diantaranya adalah standar kompetensi lulusan, standar isi, standart proses dan standar pembiayaan, sedangkan selebihnya berada di katagori M4,” tambah mantan anggota DPRD Kota Tarakan 3 periode.
Seperti diketahui, Konsep pendidikan di Indonesia secara konstitusional telah dirumuskan didalam Pembukaan UUD 1945 yang mengamanahkan bahwa “Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
“Kalimat utama mencerdaskan kehidupan bangsa dalam pembukaan undang-undang 1945 ini, bermakna bahwa pendidikan merupakan salah satu tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa berarti bahwa bangsa ini sangat menghargai ilmu dan dalam mengakses pendidikan tidak dibeda-bedakan atau tidak boleh ada diskriminasi (sesuai sila ke-5 pancasila : keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia),” imbuh dia. (Can/Ad)